DISENTRALISASI PENDIDIKAN
ITS IMPORTEN TO KNOW FOR GET THE EDUCATIONAL GOOD'S
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
1.
Saepulah Habib
2.
Yaya Sukmajaya
|
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah
wasyukrulillah Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Alloh Yang Maha
Kuasa berkat Rahmat dan AnugrahNya, Penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Seminar Manajemen Pendidikan
oleh Bapak Prof. Dr. H Djam’an Satori, MA tepat pada waktunya.
Dengan tugas ini
Penulis berharap memberikan manfaat yang besar terutama bagi Penulis dalam
menyelesaikan jenjang Pendidikan S2 di
Universitas Galuh Ciamis dan umumnya bagi rekan seperjuangan sepitas akademika
pendidikan prodi MSP Universitas Galuh
Ciamis. Untuk itu Penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr.
H Djam’an Satori, MA , sehingga Penulis
termotivasi untuk terus belajar mengembangkan dan meningkatkan potensi dalam
usaha meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di lingkungan lembaga dimana
penulis bekerja sebagai guru.
Mudah-mudahan Alloh SWT senantiasa memberikan kekuatan
kepada kita untuk meraih
cita-cita yang diharapakan
bersama sebagai insan pendidikan Amin yaRobbala’lamin.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4
A.
Latar Belakang Maslah ..................................................................... 4
B. Identifikasi
Maslah .......................................................................... 5
C. Rumusan
Masalah ............................................................................. 6
D. Tujuan ............................................................................................... 8
E. Kegunaan .......................................................................................... 9
BAB II KAJIAN
TEORITIK............................................................................ 11
A. Kajian
Pustaka ................................................................................ 11
B. Pendekatan
Masalah ....................................................................... 12
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………...…. 16
BAB IV KESIMPULAN
……………………………………………….…. 27
A. Kesimpulan .................................................................................... 28
B. Saran .............................................................................................. 29
DAFTAR
PUSTAKA
………………………………………………………. 30
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara besar yang berpenduduk lebih dari
220 juta jiwa dengan wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan.
Letaknya sangat strategis di antara benua Asia dan Australia dengan iklim
tropis memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Indonesia
kaya dengan sumber-sumber daya alam baik dalam bumi berupa hasil-hasil
pertambangan, di atas bumi tanam-tanaman sumber bahan makanan dan industri, dan
dalam laut berupa bermacam-macam biota laut.
Kondisi bangsa yang semakin terpuruk dalam berbagai dimensi
kehidupan yang ditandai dengan krisis ekonomi serta krisis multi dimensi
membuat masyarakat Indonesia tidak sanggup menangggung beban hidup yang semakin
menghimpit. Berbagai persoalan hidup bermunculan seperti kemiskinan, pengangguran,
bencana alam, kriminalitas, harga bahan pokok semakin melonjak, serta biaya
pendidikan yang semakin tinggi. . Setelah merdeka, bebas dari penjajahan,
pembangunan Indonesia dimulai melalui tiga periode : 1956-1965 di bawah
pemerintahan presiden Soekarno, 1967-1997 di bawah pemerintahan orde baru
Suharto, dan periode reformasi sekarang yang belum jelas hasil-hasil
pembangunannya.
Daerah-daerah mulai berani menuntut haknya, yakni otonomi
daerah. Mereka melihat bahwa sitem sentralistik yang yang selama ini dijalankan
tidak berhasil membawa Indonesia kea rah yang lebih baik. Pembangunan lebih
banyak di pusat atau daerah tertentu sedangkan daerah penghasil devisa besar
justru terbelakang.
Berbagai desakan dilakukan oleh daerah termasuk mengancam
keluar dari NKRI jika tuntutan mereka tidak dipenuhi., Akhirnya UU otonomi
daerah oleh pemerintah dan DPR disepakati untuk disyahkan maka pada tahun 1999
yaituUU No 22/1999.Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka wewenang untuk
mengurus daerah sendiri mulai dirancang oleh masing-masing daerah.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah, persoalan demi persoalan mulai muncul. Isu sumber daya manusia yang
sangat minim menjadi penyebab utama. Demikian halnya dengan persoalan
pendidikan
yang mana turut menjadi wewenang daerah menjadi pro-kontra di masyarakat.
Pendidikan mengambil peran penting dalam mencerdaskan
kehidupan berbangsa saat ini. Akan tetapi berbagai upaya yang telah pemerintah
lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan belum menunjukkan hasil yang
memuasklan. Dari Laporan UNDP menunjukkan angka Human Development Indeks (HDI)
masyarakat Indonesia yang menjadi salah satu indikator mutu pendidikan di
Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia. Kondisi rendahnya mutu
pendidikan ini disebabkan oleh kebijakan pembangunan di bidang pendidikan yang
berorientasi pada input-output analisis cenderung dilaksanakan secara
birokratik-sentralistik.
Oleh karena itu paradigma
pembangunan pendidikan perlu di ubah sebagaimana telah diamanatkan
Undang-undang yaitu perubahan paradikma sentralistik kearah desentralisasi
dengan dengan basis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu solusi
alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan pendidikan
berbasis masyarakat diharapkan mutu pendidikan memiliki relevansi langsung
dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya
Untuk itu diperlukan paradigma baru dalam bidang pendidikan
dari tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Paradigma baru tersebut
mungkin menyangkut pemikiran tentang masalah-masalah berikut ini:
- Perkembangan pemikiran pendidikan di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga saat ini tampaknya belum menemukan konsep pendidikan yang dapat digunakan dalam jangka panjang.
- Adanya otonomi daerah tidak boleh meninmbulkan frgamentasi kebijaksanaan pendidikan nasional, walaupun hanya terbatas pda pendidikan tingkat dasar dan menengah.
- Ada pendapat untuk mengatasi kemandekan pemikiran pendidikan, kita harus kembali pada pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Muhammad Syafei. Pemikiran itu pada masa lalu timbul dalam semangat politik non-cooperation terhadap penjajahan Belanda, dan untuk menumbuhkan nasionalisme dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Sekarang baik lingkungan nasional dan maupun lingkungan global sudah sangat berbeda. Indonesia sudah merdeka 62 tahun.
- Konsep dan pelaksanaan pendidikan di Eropah didasarka pada pada Link & Match antara University dan Industry modern, antara dunia pendidikan dengan dunia kerja; di Cina adalah belajar selama hidup atau LLL ( Life Long Learning) dan tepat waktu atau Just in Time Learning (JiTL), di Jepang kreativitas dan praktik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di Indonesia konsep dan pelaksanaannya bagaimana? Kalau kita mau mencontoh, yang mana yang lebih cocok dan mungkin bagi Indonesia.
- Dalam kurikulum pendidikan kita mana yng lebih baik: menggunakan kurukulum leading atau following. Dan dalam kurikulum, apakah strateginya banyak tapi dapat sedikit, atau sedikit tapi dapat banyak? Jangan dibebani murid-murid sekolah dengan terlalu banyak pelajaran, dan adanya anggapan bahwa beberapa mata pelajaran yang overlaping antara sekolah dasar, menengah pertama dan menengah lanjutan.
- Antara pendidikan dan kebudayaan sesungguhnya tidak dapat dipisahkan tidak hanya dalam konsep tetapi dalam kelembagaan, karena budaya itu adalah values bukan hanya artifact.
7.
Pendidikan adalah human investment antar generasi, karena
itu perlu strategi jangka panjang, yang seharusnya tidak terbatas pada periode-periode
satu pemerintahan, apalagi terbatas hanya pada periode seorang menteri.
Kebijakan pembangunan Jawa Barat merupakan penjabaran tujuan dan sasaran visi dan misi yang telah dicanangkan
Pemerintahan Daerah . Kebijakan pembangunan tersebut menjadi pedoman dalam
melaksanakan program dan kegiatan selama periode tahun 2013–2018 berdasarkan urusan
pemerintahan. Pada bidang pendidikan
a.
Menuntaskan Jabar Bebas
Buta Aksara;
b.
Mewujudkan Jabar Bebas
Biaya Pendidikan Dasar dalam rangka Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun;
c.
Mewujudkan Jabar Bebas
Putus Jenjang Sekolah dalam Rangka Pelaksanaan Wajar Dua Belas Tahun di seluruh
Kabupaten/Kota;
d.
Meningkatkan Pengelolaan
Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah;
e.
Meningkatkan Pemerataan
dan Mutu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);
f.
Meningkatkan Pemerataan
dan Mutu Pendidikan Luar Sekolah (PLS);
g.
Meningkatkan Pemerataan
dan Mutu Pendidikan Luar Biasa (PLB);
h.
Meningkatkan Kualitas
Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah;
i.
Meningkatkan Kompetensi
dan Kesejahteraan Guru Serta Tenaga Kependidikan;
j.
Fasilitasi Peningkatan
Pemerataan dan Mutu Pendidikan Tinggi.
Dengan
memperhatikan kecenderungan perkembangan Jawa Barat ke depan, maka akan di
upayakan peningkatan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Palabuhan Ratu dan
Pangandaran menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
Sementara
itu kebijakan pembangunan kewilayahan berdasarkan kawasan andalan yang
ditentukan berdasarkan potensi wilayah, aglomerasi pusat-pusat permukiman
perkotaan dan kegiatan produksi serta perkembangan daerah sekitarnya tetap
dipertahankan. Pengembangan kawasan andalan lebih ditekankan pada peningkatan kegiatan
ekonomi yang diharapkan memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan
pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat adalah sebagai berikut :
Kabupaten Tasikmalaya
1)
Sebagai bagian dari
Kawasan Andalan Priangan Timur dan Pangandaran dalam sektor pertanian dan
pengembangan industri kerajinan;
2)
Sebagai pendukung bagi
PKW Tasikmalaya.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1)
Efektifitas
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2)
Problematika
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan ;
3)
Pelaksanaan
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya;
1.3.
Rumusan Masalah
1)
Bagaimana
Efektifitas Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2)
Bagaimana
Problematika Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
3)
Bagaiamana
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya;
1.4.
Tujuan
1)
Mengetahui efektifitas desentralisasi pengelolaan
pendidikan;
2)
Menganalisis
problematika desentralisasi pengelolaan pendidikan;
3)
Mengetahui
desentralisasi pengelolaan pendidikan
di kabupaten Tasikmalaya;
1.5.
Kegunaan
1)
Secara Teoritik
Memperdalam
kajian keilmuan Mata Kuliah Seminar Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana UNIGAL
Angkatan 13 oleh Prof. Dr. H Djam’an Satori,MA
2)
Secara Praktis
a)Memberikan gambaran tentang
pelaksanaan desentralisasi pengelolaanpendidikan khususnya di kabupaten
Tasikmalaya.
b)
Memberikan
pengalaman bagi penulis untuk mempersiapkan diri dalam pengajuan proposal Tesis
sebagai tahapan dalam menyelesaikan program S2 denga konsentrasi Manajemen
Sistem Pendidikan.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA DAN PENDEKATAN MASALAH
2.1.
Kajian Pustaka
2.1.1.
Pengertian
a.
Desentralisasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai
penyerahan kewenanganpemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi dalam
kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia
Menurut
pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa desentralisasi adalah transfer
kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta.
Sedangkan
pendapat Turner dan Hulme (1997) yang
berpendapat bahwa desentralisasi di dalam sebuah Negara mencakup pelimpahan
kewenangan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari
pejabat atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga
pemerintahan yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus
dilayani.Desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan pemberian pelayanan public
yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang
lebihdemokratis.
Maddick
(1963) mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu cara untuk
meningkatkan kemampuan aparat pemerintah untuk peroleh informasi yang lebih
baik mengenai keadaan daerah, untuk menyusun program-program daerah secara
lebih responsif dan untuk mengantisipasi secara cepat manakala
prrsoalan-persoalan timbul dalam pelaksanaan.
Dari pengertian di atas penulis dapat
mengartikan bahwa desentralisasi adalah
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang
pada level bawah ( daerah ).
b.
Pendidikan
1.
John Dewey.
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual,
emosional ke arah alam dan sesama manusia
2.
M.J. Longeveled
Pendidikan
adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3.
Thompson
Pendidikan
adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4.
Frederick J. Mc Donald
Pendidikan
adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior)
manusia.
5.
H. Horne
Pendidikan
adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik
dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
6.
J.J. Russeau
Pendidikan
adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi
dibutuhkan pada saat dewasa.
7.
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.
8.
Ahmad D. Marimba
Pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
9.
Insan Kamil
Pendidikan
adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada
dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
10.
Ivan Illc
Pendidikan
adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup.
c.
Efektivitas
Kata Efektivitas berasal dari bahasa
Inggris yakni efektive. Kata itu merupakan kata benda yaitu efektivitas.
Secara sederhana, kata itu diartikan sebagai kegiatan untuk menghasilkan
sesuatu, baik berupa barang maupun jasa, yang lebih tinggi atau lebih banyak
dengan modal yang dikeluarkan secara minim. Akan tetapi pengertian efektiivitas
tidak sesederhana itu. Para ahli dan institusi banyak mendefinisikan
efektivitas dengan berbagai definisi. Masing-masing mendefinisikan sesuai
dengan sudut pandang yang berbeda.
2.2.
Pendekatan Masalah
2.2.1.
Efektifitas
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2.2.2.
Problematika
Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan
2.2.3.
Desentralisasi
Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1.
Bagaimana efektivitas desentralisasi
pengelolaan pendidikan
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai
sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No.
45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22,
desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung
jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1.
Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih
luas.
2.
Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3.
Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang
sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
4.
Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara
optimal.
5.
Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6.
Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan
terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a.
Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh
pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b.
Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan
pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan
pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai
sentra desentralisasi.
Pada sistem
pendidikan desentralisasi identik dengan sistem otonomi daerah atau otda yang
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang
tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini
adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di
daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini
adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya
menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk
keuntungan para oknum atau pribadi.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi
pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital,
dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1.
Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2.
Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
3.
pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama
Daya saing di dalam masyarakat
bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan
yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat
mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global
village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap masyarakat,
bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan bangsa hanya dapat
terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan
kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau
suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide
baru, dan inovasi.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan desentralisasi
pengelolaan pendidikan, yaitu :
1. Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan
akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2. Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan
berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah
terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4. Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem
manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman pemerintah daerah
maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan,
dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan
daerah lainnya.
6. Adanya kesadaran dari semua pihak
(pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di
sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7. Adanya kesiapan psikologis dari
pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah
kabupaten / kota.
Dalam
konteks desentralisasi ini, peran serta masyarakat sangat diperlukan. Aparatur
pendidikan baik di pusat tnaupun di daerah, berperan penting dalam peningkatan
peran serta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat untuk membangun pendidikan
yang mandiri dan profesional. Salah satu sasaran pembangunan adalah mewujudkan
desentralisasi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. Titik berat
desentralisasi diletakkan pada kabupaten/kota. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas aparatur pendidikan di daerah amatlah mendasar pcranannya, terutama
pada lapisan yang terdekat dengan rakyat yang mendapat pelayanan. Efektivitas
pelayanan pendidikan pada tingkat akar rumput (grass root) juga penting untuk
mcndorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan pcndidikan. Desentralisasi
di bidang pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya
yang berhenti pada tingkat kabupaten/kota. Di bidang pendidikan justru sampai
pada pelaksana teknis atau ujung tombak pendidikan, yaitu sekolah-sekolah.
3.1.2.
Bagaimana problematika desentralisasi pengelolaan pendidikan
Ada beberapa permasalahan yang muncul dari pelaksanaan
desentralisasi pengelolaan pendidikan, diantaranya :
1) Lemahnya
koordinasi antara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan
Propinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sehingga sering terjadi
keterkaitan yang hilang (missing link/loose coupling). Hilangnya keterkaitan
tersebut bisa dilihat pada beberapa contoh nyata yang kita alami sehari – hari
. Diantara contoh- contoh tersebut adalah:1. Informasi dari pusat tentang
berbagai kebijakan sering hilang diperjalanan atau sangat terlambat datangnya
ke daerah.2. Pelaporan dari sekolah ke kota/propinsi terkadang tidak dengan
cepat disampaikan ke pusat, begitu juga dengan distribusi proposal
2) Distribusi dana berjalan perlahan
dan mengalami kebocoran disana-sini. Adanya muatan politik tertentu menyebabkan
timbulnya perebutan pengaruh antar pejabat, sehingga berimbas pada pendidikan
di daerah
3) Undang-Undang No. 32 tahun 2004
tentangPemerintahan Daerah memang menyebutkan di pasal 10 ayat 3 :Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah (pusat), meliputi: Politik luar
negeri Pertahanan Keamanan Yustisi Moneter dan fiskal nasional; dan
Agama.Dengan demikian urusan pendidikan adalah diserahkan kepada wewenang
daerah, dalam hal ini kota/kabupaten.
4) Peraturan Pemerintah No. 17 tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pendidikan (Pasal 22) “Gubernur
melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”. (Pasal 28) :
“Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola Sistem Pendidikan Nasional di
daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan
sesuai kewenangannya.”. Sehingga gubernur hanya memiliki kewenangan koordinasi
dengan kota/kabupaten di bidang pendidikan.
Dengan
demikian terjadi missing link, dengan kata lain peraturan otonomi daerah dan
pembagian urusan pemerintahan telah menyebabkan konsekuensi yang tidak
diinginkan, yang mungkin belum diantisipasi sebelumnya.
5) Meningkatnya kesenjangan anggaran
pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
6) Keterbatasan kemampuan keuangan
daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah
akan menurun dari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan
kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan pembaruan.
7) Biaya administrasi di sekolah
meningkat karena prioritas anggaran dialokasikan untuk menutup biaya
administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
8) Kebijakan pemerintah daerah yang
tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotensi akan menurunkan kualitas
pendidikan.
9) Penggunaan otoritas masyarakat yang
belum tentu memahami sepenuhnya permasalahan dan pengelolaan pendidikan yang
pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
10) Kesenjangan sumber daya pendidikan
yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda.
Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
3.1.3.
Bagaimana pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan di
kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Tasikmalaya, (bahasa
Inggris: Tasikmalaya
Regency) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Indonesia. Terletak di tenggara daerah Priangan, Kabupaten Tasikmalaya sejauh ini dinilai sebagai kabupaten paling besar
dan berperan penting di wilayah Priangan Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten ini merupakan daerah hijau, terutama pertanian dan kehutanan, sementara petani menetap sebagai mayoritas penduduk. Kabupaten Tasikmalaya terkenal akan
produksi Kerajinannya, Salak, sementara Nasi Tutug Oncom adalah makanan terkenal dari Kabupaten ini. Kabupaten Tasikmalaya juga
dikenal sebagai pusat keagamaan besar di Jawa Barat, yang memiliki lebih dari
800 pesantren tersebar di penjuru
wilayah Kabupaten.
Pada awalnya, nama yang menjadi cikal-bakal Tasikmalaya terdapat di daerah
Sukapura. Sukapura dahulunya bernama Tawang atau Galunggung, sering juga
disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti sawah atau tempat yang luas
terbuka. Penyebutan Tasikmalaya menuncul setelah Gunung Galunggung meletus
sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik (danau, laut) dan malaya
dari (ma)layah yang bermakna ngalayah (bertebaran) atau deretan
pegunungan di pantai Malabar (India). Jadi Tasikmalaya berarti danau yang
bertebaran atau danau di gugusan bukit. Namun secara bahasa Sunda, Tasikmalaya
mungkin juga mengandung arti keusik ngalayah, bermakna banyak pasir
di mana-mana.
Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya[8]
|
||
1.
Kadipaten
2.
Pagerageung
3.
Ciawi
4.
Sukaresik
5.
Jamanis
6.
Sukahening
7.
Rajapolah
8.
Cisayong
9.
Cigalontang
10.
Sariwangi
11.
Leuwisari
12.
Padakembang
13.
Sukaratu
14.
Singaparna
15.
Salawu
16.
Mangunreja
17.
Sukarame
18.
Manonjaya
19.
Cineam
|
20.
Taraju
21.
Puspahiang
22.
Tanjungjaya
23.
Sukaraja
24.
Gunungtanjung
25.
Karangjaya
26.
Bojonggambir
27.
Sodonghilir
28.
Parungponteng
29.
Jatiwaras
30.
Salopa
31.
Culamega
32.
Bantarkalong
33.
Bojongasih
34.
Cibalong
35.
Cikatomas
36.
Cipatujah
37.
Karangnunggal
38.
Cikalong
39.
Pancatengah
|
|
Kabupaten
Tasikmalaya memiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas
Siliwangi, Institut Agama Islam Cipasung (IAIC)
Singaparna, Institut Agama Islam Latifah
Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya, dan beberapa Sekolah Tinggi Agana
Islam serta Sekolah Tinggi Administrasi dan Komunikasi Teknologi. Selain itu, Tasikmalaya dikenal memiliki
sejumlah pondok
pesantren yang tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten.
Berangkat dari visi kabupaten Tasikmalaya yang religius dan
islami, maka desentralisasi pengelolaan pendidikan terarah kepada pencapaian
visi tadi dimana pelaksanaan pendidikan berorientasi kepada pengamalan ajaran
agama islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti dengan penerapan
aturan – aturan sebagai berikut :
1.
Mewajibkan berjilbab bagi siswi muslim dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah/madrasah
2.
Mewajibkan mempunyai syahadah diniyah bagi siswa-siswi SD
dan MI yang akan melanjutkan ke SMP, MTs
3.
Penerapan nilai – nilai agama islam dalam program
pembelajaran di berbagai tingkat lembaga pendidikan.
4.
Di daerah tertentu menerapkan pembelajaran kecakapan hidup
pertanian sebagaimana letak geografis kab. Tasikmalaya.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1.
Kesimpulan
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia
yang baru. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin
cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang
demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat
madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.
Desntralisasi pendidikan perlu
dijaga dari kemungkinan –kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti
desentralisasi kebangblasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan
kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang
tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi
pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib
yang sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru. Ketidak transfaranan pemangku kebijakan ( dalam hal ini Kepala)
terhadap dewan guru dan Steakholder sekolah / madrasah’
4.2. Saran
1.
Kebijakan pendidikan seharusnya bersifat akomodatif terhadap
aspirasi rakyatnya sebagai konsekuensi Indonesia menganut sistem politik
demokrasi. Dengan diberlakukan otonomi daerah yang termasuk di dalamnya otonomi
bidang pendidikan, maka kebijakan pendidikan yang demokratis telah mendapat
wadah pengejawantahannya secara jelas.
2.
Untuk itu dalam konteks kepentingan upaya mewujudkan
integrasi bangsa perlu kebijakan pendidikan diorientasikan pada peningkatan
mutu SDM dan pemerataannya di daerah.
3.
Lakasanakan amandemen UUD 1945 pasal 33 UUD 1945 yang
mengamanatkan pengelolaan anggaran minimal 20 % dari APBN.
4.
Persiapkan pelaksanaan otonomi pendidikan yang aplikasinya
di mulai dengan upaya-upaya penguatan manajemen sekolah
5.
Ide dasar desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah
adalah pengembangan pendidikan berbasis masyarakat (school based managemen /
community)
6.
Berkaitan dengan otonomi pendidikan yang perlu juga di
perhatikan adalah mewujudkan organisasi pendidikan di seluruh kabupaten yang
lebih demokratis, transparan, efisien melalui pendekatan manajemen berbasis
sekolah dengan pembentukan Majelis Sekolah.
7.
Dalam konteks desentralisasi, pembelajaran yang berlangsung
di lembaga pendidikan hendaknya sudah menjadikan pemerintah pada posisi
”Fasilitator” dan “bukan pengendali”.
8.
Realitas birokrasi pendidikan yang terjadi saat ini dalam perfektif
manajemen tidaklah menguntungkan.
9.
Pada tingkat praktis-pragmatis, sekolah yang menentukan
bagaimana tujuan umum tersebut dicapai dengan keterlibatan penuh semua elemen
sekolah
DAFTAR PUSTAKA
UU no 23 th 2003 tentang sistem Pendidikn Nasional
(Bab III-Pendanaan Pendidikan )
UU No 20 Tahun 2003 pasal
48 tentang pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transfaransi, dan akuntabilitas
publik
Kepmen RI no 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan
Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah
UU No 17 Tahun 2003 pasal 31 ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan Negara
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Altman, Edward I, Bancruptcy
and Reorganization, Section 19 in Hand Book of Corporate Finance, New York :
John Wiley & Sons, 1986
Soekidjo
Notoadmodjo, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi revisi, PT.
Renika Cipta, Jakarta
Rue LW, LL Byars, Manajement
: 1986. Theory and Application, Inc Homewood IL
Prof.Dr. Sugiono, Metode
penelitian Kuantitatif ,Kualitatif dan R&D, Alpabeta, cetakan 11 ,
2010, Bandung
Prof,Dr. H. Dadang
Sadeli,M.Si, Power point Mata Kuliah Pengantar Manajemen Keuangan Pendidikan
, Unigal 2013 , Ciamis
UU No 17 Tahun 2003 pasal 31 ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan Negara
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis
(terjemahan), Bandung, Jemmars
Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik,
Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung
Blog Pendidikan Indonesia
12 Oktober 2013 desentralisasi pendidikan di Indonesia
Dari www.Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas Oktober 2013
Comments
Post a Comment