DESENTRALISASI PENDIDIKAN




1.        Saepulah Habib
2.        Yaya Sukmajaya
      




KATA PENGANTAR




Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah wasyukrulillah Puji  dan syukur  Penulis panjatkan kepada Alloh Yang Maha Kuasa  berkat Rahmat dan AnugrahNya,  Penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Seminar Manajemen Pendidikan  oleh  Bapak Prof. Dr. H  Djam’an Satori, MA  tepat pada waktunya.

Dengan tugas ini Penulis berharap memberikan manfaat yang besar terutama bagi Penulis dalam menyelesaikan jenjang Pendidikan S2  di Universitas Galuh Ciamis dan umumnya bagi rekan seperjuangan sepitas akademika pendidikan  prodi MSP Universitas Galuh Ciamis. Untuk itu Penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. H  Djam’an Satori, MA , sehingga Penulis termotivasi untuk terus belajar mengembangkan dan meningkatkan potensi dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di lingkungan lembaga dimana penulis bekerja sebagai guru.

Mudah-mudahan  Alloh SWT senantiasa memberikan  kekuatan  kepada kita  untuk meraih cita-cita  yang  diharapakan  bersama  sebagai insan  pendidikan Amin yaRobbala’lamin. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis,




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I      PENDAHULUAN.................................................................................. 4
A.    Latar Belakang Maslah ..................................................................... 4           
B.     Identifikasi Maslah  .......................................................................... 5
C.     Rumusan Masalah ............................................................................. 6
D.    Tujuan ............................................................................................... 8
E.     Kegunaan .......................................................................................... 9
BAB II    KAJIAN TEORITIK............................................................................ 11
A.    Kajian Pustaka ................................................................................ 11
B.     Pendekatan Masalah ....................................................................... 12
BAB III   PEMBAHASAN  ……………………………………………...….      16
BAB IV  KESIMPULAN  ……………………………………………….….       27
A.    Kesimpulan  .................................................................................... 28
B.     Saran  .............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….       30




BAB I
PENDAHULUAN


1.1.      Latar Belakang

Indonesia adalah Negara besar yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa dengan wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan. Letaknya sangat strategis di antara benua Asia dan Australia dengan iklim tropis memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Indonesia kaya dengan sumber-sumber daya alam baik dalam bumi berupa hasil-hasil pertambangan, di atas bumi tanam-tanaman sumber bahan makanan dan industri, dan dalam laut berupa bermacam-macam biota laut.
Kondisi bangsa yang semakin terpuruk dalam berbagai dimensi kehidupan yang ditandai dengan krisis ekonomi serta krisis multi dimensi membuat masyarakat Indonesia tidak sanggup menangggung beban hidup yang semakin menghimpit. Berbagai persoalan hidup bermunculan seperti kemiskinan, pengangguran, bencana alam, kriminalitas, harga bahan pokok semakin melonjak, serta biaya pendidikan yang semakin tinggi. . Setelah merdeka, bebas dari penjajahan, pembangunan Indonesia dimulai melalui tiga periode : 1956-1965 di bawah pemerintahan presiden Soekarno, 1967-1997 di bawah pemerintahan orde baru Suharto, dan periode reformasi sekarang yang belum jelas hasil-hasil pembangunannya.
Daerah-daerah mulai berani menuntut haknya, yakni otonomi daerah. Mereka melihat bahwa sitem sentralistik yang yang selama ini dijalankan tidak berhasil membawa Indonesia kea rah yang lebih baik. Pembangunan lebih banyak di pusat atau daerah tertentu sedangkan daerah penghasil devisa besar justru terbelakang.
Berbagai desakan dilakukan oleh daerah termasuk mengancam keluar dari NKRI jika tuntutan mereka tidak dipenuhi., Akhirnya UU otonomi daerah oleh pemerintah dan DPR disepakati untuk disyahkan maka pada tahun 1999 yaituUU No 22/1999.Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka wewenang untuk mengurus daerah sendiri mulai dirancang oleh masing-masing daerah.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, persoalan demi persoalan mulai muncul. Isu sumber daya manusia yang sangat minim menjadi penyebab utama. Demikian halnya dengan persoalan pendidikan yang mana turut menjadi wewenang daerah menjadi pro-kontra di masyarakat.
Pendidikan mengambil peran penting dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa saat ini. Akan tetapi berbagai upaya yang telah pemerintah lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan belum menunjukkan hasil yang memuasklan. Dari Laporan UNDP menunjukkan angka Human Development Indeks (HDI) masyarakat Indonesia yang menjadi salah satu indikator mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia. Kondisi rendahnya mutu pendidikan ini disebabkan oleh kebijakan pembangunan di bidang pendidikan yang berorientasi pada input-output analisis cenderung dilaksanakan secara birokratik-sentralistik.
Oleh karena itu paradigma pembangunan pendidikan perlu di ubah sebagaimana telah diamanatkan Undang-undang yaitu perubahan paradikma sentralistik kearah desentralisasi dengan dengan basis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu solusi alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan pendidikan berbasis masyarakat diharapkan mutu pendidikan memiliki relevansi langsung dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya
Untuk itu diperlukan paradigma baru dalam bidang pendidikan dari tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Paradigma baru tersebut mungkin menyangkut pemikiran tentang masalah-masalah berikut ini:
  1. Perkembangan pemikiran pendidikan di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga saat ini tampaknya belum menemukan konsep pendidikan yang dapat digunakan dalam jangka panjang.
  2. Adanya otonomi daerah tidak boleh meninmbulkan frgamentasi kebijaksanaan pendidikan nasional, walaupun hanya terbatas pda pendidikan tingkat dasar dan menengah.
  3. Ada pendapat untuk mengatasi kemandekan pemikiran pendidikan, kita harus kembali pada pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Muhammad Syafei. Pemikiran itu pada masa lalu timbul dalam semangat politik non-cooperation terhadap penjajahan Belanda, dan untuk menumbuhkan nasionalisme dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Sekarang baik lingkungan nasional dan maupun lingkungan global sudah sangat berbeda. Indonesia sudah merdeka 62 tahun.
  4. Konsep dan pelaksanaan pendidikan di Eropah didasarka pada pada Link & Match antara University dan Industry modern, antara dunia pendidikan dengan dunia kerja; di Cina adalah belajar selama hidup atau LLL ( Life Long Learning) dan tepat waktu atau Just in Time Learning (JiTL), di Jepang kreativitas dan praktik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di Indonesia konsep dan pelaksanaannya bagaimana? Kalau kita mau mencontoh, yang mana yang lebih cocok dan mungkin bagi Indonesia.
  5. Dalam kurikulum pendidikan kita mana yng lebih baik: menggunakan kurukulum leading atau following. Dan dalam kurikulum, apakah strateginya banyak tapi dapat sedikit, atau sedikit tapi dapat banyak? Jangan dibebani murid-murid sekolah dengan terlalu banyak pelajaran, dan adanya anggapan bahwa beberapa mata pelajaran yang overlaping antara sekolah dasar, menengah pertama dan menengah lanjutan.
  6. Antara pendidikan dan kebudayaan sesungguhnya tidak dapat dipisahkan tidak hanya dalam konsep tetapi dalam kelembagaan, karena budaya itu adalah values bukan hanya artifact.
7.      Pendidikan adalah human investment antar generasi, karena itu perlu strategi jangka panjang, yang seharusnya tidak terbatas pada periode-periode satu pemerintahan, apalagi terbatas hanya pada periode seorang menteri.
Kebijakan pembangunan Jawa Barat merupakan penjabaran tujuan dan sasaran visi dan misi yang telah dicanangkan Pemerintahan Daerah . Kebijakan pembangunan tersebut menjadi pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan selama periode tahun 2013–2018 berdasarkan urusan pemerintahan. Pada bidang pendidikan
a.      Menuntaskan Jabar Bebas Buta Aksara;
b.      Mewujudkan Jabar Bebas Biaya Pendidikan Dasar dalam rangka Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun;
c.      Mewujudkan Jabar Bebas Putus Jenjang Sekolah dalam Rangka Pelaksanaan Wajar Dua Belas Tahun di seluruh Kabupaten/Kota;
d.      Meningkatkan Pengelolaan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah;
e.      Meningkatkan Pemerataan dan Mutu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);
f.       Meningkatkan Pemerataan dan Mutu Pendidikan Luar Sekolah (PLS);
g.      Meningkatkan Pemerataan dan Mutu Pendidikan Luar Biasa (PLB);
h.      Meningkatkan Kualitas Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah;
i.       Meningkatkan Kompetensi dan Kesejahteraan Guru Serta Tenaga Kependidikan;
j.       Fasilitasi Peningkatan Pemerataan dan Mutu Pendidikan Tinggi.
Dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan Jawa Barat ke depan, maka akan di upayakan peningkatan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Palabuhan Ratu dan Pangandaran menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
Sementara itu kebijakan pembangunan kewilayahan berdasarkan kawasan andalan yang ditentukan berdasarkan potensi wilayah, aglomerasi pusat-pusat permukiman perkotaan dan kegiatan produksi serta perkembangan daerah sekitarnya tetap dipertahankan. Pengembangan kawasan andalan lebih ditekankan pada peningkatan kegiatan ekonomi yang diharapkan memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat adalah sebagai berikut : 
Kabupaten Tasikmalaya
1)                  Sebagai bagian dari Kawasan Andalan Priangan Timur dan Pangandaran dalam sektor pertanian dan pengembangan industri kerajinan;
2)                  Sebagai pendukung bagi PKW Tasikmalaya.
1.2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1)      Efektifitas Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2)      Problematika Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan ;
3)      Pelaksanaan Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya;

1.3.      Rumusan Masalah
1)      Bagaimana Efektifitas Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2)      Bagaimana Problematika Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
3)      Bagaiamana Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya;

1.4.      Tujuan
1)      Mengetahui  efektifitas desentralisasi pengelolaan pendidikan;
2)      Menganalisis problematika desentralisasi pengelolaan pendidikan;
3)      Mengetahui   desentralisasi pengelolaan pendidikan di kabupaten Tasikmalaya;

1.5.      Kegunaan
1)      Secara Teoritik
Memperdalam kajian keilmuan Mata Kuliah Seminar Manajemen Pendidikan  Program Pasca Sarjana  UNIGAL   Angkatan 13 oleh Prof. Dr. H Djam’an Satori,MA
2)      Secara Praktis
a)Memberikan  gambaran tentang pelaksanaan desentralisasi pengelolaanpendidikan khususnya di kabupaten Tasikmalaya.
b)      Memberikan pengalaman bagi penulis untuk mempersiapkan diri dalam pengajuan proposal Tesis sebagai tahapan dalam menyelesaikan program S2 denga konsentrasi Manajemen Sistem Pendidikan.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENDEKATAN MASALAH


2.1.   Kajian Pustaka
2.1.1.   Pengertian
a.   Desentralisasi
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenanganpemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia
Menurut pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta.
Sedangkan  pendapat Turner dan Hulme (1997) yang berpendapat bahwa desentralisasi di dalam sebuah Negara mencakup pelimpahan kewenangan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani.Desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan pemberian pelayanan public yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebihdemokratis.
Maddick (1963) mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah untuk peroleh informasi yang lebih baik mengenai keadaan daerah, untuk menyusun program-program daerah secara lebih responsif dan untuk mengantisipasi secara cepat manakala prrsoalan-persoalan timbul dalam pelaksanaan.
 Dari pengertian di atas penulis dapat mengartikan bahwa desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ).
b.     Pendidikan
1. John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2. M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3. Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
5. H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
6. J.J. Russeau
Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
7. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
8. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
9. Insan Kamil
Pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
10. Ivan Illc
Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
c.       Efektivitas
Kata Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yakni efektive. Kata itu merupakan kata benda yaitu efektivitas. Secara sederhana, kata itu diartikan sebagai kegiatan untuk menghasilkan sesuatu, baik berupa barang maupun  jasa, yang lebih tinggi atau lebih banyak dengan modal yang dikeluarkan secara minim. Akan tetapi pengertian efektiivitas tidak sesederhana itu.  Para ahli dan institusi banyak mendefinisikan efektivitas dengan berbagai definisi. Masing-masing mendefinisikan sesuai dengan sudut pandang yang berbeda.

2.2.   Pendekatan Masalah
2.2.1.   Efektifitas Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan;
2.2.2.   Problematika Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan
2.2.3.   Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya















BAB III
PEMBAHASAN


3.1.    Bagaimana efektivitas desentralisasi pengelolaan pendidikan
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1.         Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2.         Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3.         Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
4.         Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5.         Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6.         Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a.          Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b.         Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai sentra desentralisasi.
 Pada sistem pendidikan desentralisasi identik dengan  sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1.         Masyarakat Demokrasi

Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).

2.            Pengembangan “Social Capital”

Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.

3.         pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan desentralisasi pengelolaan pendidikan, yaitu :
1.  Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2.  Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3.  Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4.  Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6. Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7. Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
Dalam konteks desentralisasi ini, peran serta masyarakat sangat diperlukan. Aparatur pendidikan baik di pusat tnaupun di daerah, berperan penting dalam peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat untuk membangun pendidikan yang mandiri dan profesional. Salah satu sasaran pembangunan adalah mewujudkan desentralisasi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. Titik berat desentralisasi diletakkan pada kabupaten/kota. Oleh karena itu, peningkatan kualitas aparatur pendidikan di daerah amatlah mendasar pcranannya, terutama pada lapisan yang terdekat dengan rakyat yang mendapat pelayanan. Efektivitas pelayanan pendidikan pada tingkat akar rumput (grass root) juga penting untuk mcndorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan pcndidikan. Desentralisasi di bidang pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya yang berhenti pada tingkat kabupaten/kota. Di bidang pendidikan justru sampai pada pelaksana teknis atau ujung tombak pendidikan, yaitu sekolah-sekolah.
3.1.2.      Bagaimana problematika desentralisasi pengelolaan pendidikan
Ada beberapa permasalahan yang muncul dari pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan, diantaranya :
1) Lemahnya koordinasi antara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sehingga sering terjadi keterkaitan yang hilang (missing link/loose coupling). Hilangnya keterkaitan tersebut bisa dilihat pada beberapa contoh nyata yang kita alami sehari – hari . Diantara contoh- contoh tersebut adalah:1. Informasi dari pusat tentang berbagai kebijakan sering hilang diperjalanan atau sangat terlambat datangnya ke daerah.2. Pelaporan dari sekolah ke kota/propinsi terkadang tidak dengan cepat disampaikan ke pusat, begitu juga dengan distribusi proposal
2)      Distribusi dana berjalan perlahan dan mengalami kebocoran disana-sini. Adanya muatan politik tertentu menyebabkan timbulnya perebutan pengaruh antar pejabat, sehingga berimbas pada pendidikan di daerah
3)      Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah memang menyebutkan di pasal 10 ayat 3 :Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah (pusat), meliputi: Politik luar negeri Pertahanan Keamanan Yustisi Moneter dan fiskal nasional; dan Agama.Dengan demikian urusan pendidikan adalah diserahkan kepada wewenang daerah, dalam hal ini kota/kabupaten.
4)      Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pendidikan (Pasal 22) “Gubernur melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”. (Pasal 28) : “Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola Sistem Pendidikan Nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya.”. Sehingga gubernur hanya memiliki kewenangan koordinasi dengan kota/kabupaten di bidang pendidikan.
Dengan demikian terjadi missing link, dengan kata lain peraturan otonomi daerah dan pembagian urusan pemerintahan telah menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, yang mungkin belum diantisipasi sebelumnya.
5)      Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
6)      Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurun dari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan pembaruan.
7)      Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggaran dialokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
8)      Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotensi akan menurunkan kualitas pendidikan.
9)      Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya permasalahan dan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
10)  Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
3.1.3.      Bagaimana pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan di kabupaten Tasikmalaya
 Kabupaten Tasikmalaya, (bahasa Inggris: Tasikmalaya Regency) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Indonesia. Terletak di tenggara daerah Priangan, Kabupaten Tasikmalaya sejauh ini dinilai sebagai kabupaten paling besar dan berperan penting di wilayah Priangan Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten ini merupakan daerah hijau, terutama pertanian dan kehutanan, sementara petani menetap sebagai mayoritas penduduk. Kabupaten Tasikmalaya terkenal akan produksi Kerajinannya, Salak, sementara Nasi Tutug Oncom adalah makanan terkenal dari Kabupaten ini. Kabupaten Tasikmalaya juga dikenal sebagai pusat keagamaan besar di Jawa Barat, yang memiliki lebih dari 800 pesantren tersebar di penjuru wilayah Kabupaten.
Pada awalnya, nama yang menjadi cikal-bakal Tasikmalaya terdapat di daerah Sukapura. Sukapura dahulunya bernama Tawang atau Galunggung, sering juga disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti sawah atau tempat yang luas terbuka. Penyebutan Tasikmalaya menuncul setelah Gunung Galunggung meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik (danau, laut) dan malaya dari (ma)layah yang bermakna ngalayah (bertebaran) atau deretan pegunungan di pantai Malabar (India). Jadi Tasikmalaya berarti danau yang bertebaran atau danau di gugusan bukit. Namun secara bahasa Sunda, Tasikmalaya mungkin juga mengandung arti keusik ngalayah, bermakna banyak pasir di mana-mana.
Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya[8]
1.       Kadipaten
2.        Pagerageung
3.       Ciawi
4.       Sukaresik
5.       Jamanis
6.       Sukahening
7.       Rajapolah
8.       Cisayong
9.       Cigalontang
10.    Sariwangi
11.    Leuwisari
12.     Padakembang
13.    Sukaratu
14.    Singaparna
15.    Salawu
16.    Mangunreja
17.    Sukarame
18.    Manonjaya
19.    Cineam
20.    Taraju
21.    Puspahiang
22.    Tanjungjaya
23.    Sukaraja
24.     Gunungtanjung
25.    Karangjaya
26.     Bojonggambir
27.    Sodonghilir
28.     Parungponteng
29.    Jatiwaras
30.    Salopa
31.    Culamega
32.    Bantarkalong
33.    Bojongasih
34.    Cibalong
35.    Cikatomas
36.    Cipatujah
37.     Karangnunggal
38.    Cikalong
39.    Pancatengah

Kabupaten Tasikmalaya memiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Siliwangi, Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Singaparna, Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya, dan beberapa Sekolah Tinggi Agana Islam serta Sekolah Tinggi Administrasi dan Komunikasi Teknologi.  Selain itu, Tasikmalaya dikenal memiliki sejumlah pondok pesantren yang tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten.
Berangkat dari visi kabupaten Tasikmalaya yang religius dan islami, maka desentralisasi pengelolaan pendidikan terarah kepada pencapaian visi tadi dimana pelaksanaan pendidikan berorientasi kepada pengamalan ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti dengan penerapan aturan – aturan sebagai berikut :
1.         Mewajibkan berjilbab bagi siswi muslim dalam mengikuti  kegiatan belajar di sekolah/madrasah
2.         Mewajibkan mempunyai syahadah diniyah bagi siswa-siswi SD dan MI yang akan melanjutkan ke SMP, MTs
3.         Penerapan nilai – nilai agama islam dalam program pembelajaran di berbagai tingkat lembaga pendidikan.
4.         Di daerah tertentu menerapkan pembelajaran kecakapan hidup pertanian sebagaimana letak geografis kab. Tasikmalaya.










BAB IV
KESIMPULAN


4.1.  Kesimpulan
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.
Desntralisasi pendidikan perlu dijaga dari kemungkinan –kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti desentralisasi kebangblasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru. Ketidak transfaranan pemangku kebijakan ( dalam hal ini Kepala) terhadap dewan guru dan Steakholder  sekolah / madrasah’

4.2. Saran
1.               Kebijakan pendidikan seharusnya bersifat akomodatif terhadap aspirasi rakyatnya sebagai konsekuensi Indonesia menganut sistem politik demokrasi. Dengan diberlakukan otonomi daerah yang termasuk di dalamnya otonomi bidang pendidikan, maka kebijakan pendidikan yang demokratis telah mendapat wadah pengejawantahannya secara jelas.
2.               Untuk itu dalam konteks kepentingan upaya mewujudkan integrasi bangsa perlu kebijakan pendidikan diorientasikan pada peningkatan mutu SDM dan pemerataannya di daerah.
3.               Lakasanakan amandemen UUD 1945 pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan pengelolaan anggaran minimal 20 % dari APBN.
4.               Persiapkan pelaksanaan otonomi pendidikan yang aplikasinya di mulai dengan upaya-upaya penguatan manajemen sekolah
5.               Ide dasar desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah adalah pengembangan pendidikan berbasis masyarakat (school based managemen / community)
6.               Berkaitan dengan otonomi pendidikan yang perlu juga di perhatikan adalah mewujudkan organisasi pendidikan di seluruh kabupaten yang lebih demokratis, transparan, efisien melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan pembentukan Majelis Sekolah.
7.               Dalam konteks desentralisasi, pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan hendaknya sudah menjadikan pemerintah pada posisi ”Fasilitator” dan “bukan pengendali”.
8.               Realitas birokrasi pendidikan yang terjadi saat ini dalam perfektif manajemen tidaklah menguntungkan.
9.               Pada tingkat praktis-pragmatis, sekolah yang menentukan bagaimana tujuan umum tersebut dicapai dengan keterlibatan penuh semua elemen sekolah

















DAFTAR PUSTAKA

UU no 23 th 2003 tentang sistem Pendidikn Nasional (Bab III-Pendanaan  Pendidikan )
UU No 20 Tahun 2003 pasal 48 tentang  pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transfaransi, dan akuntabilitas publik
Kepmen RI no 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah
UU No 17 Tahun  2003 pasal 31 ayat 1 tentang Pengelolaan  Keuangan Negara
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Altman, Edward I, Bancruptcy and Reorganization, Section 19 in Hand Book of Corporate Finance, New York : John Wiley & Sons, 1986
Soekidjo Notoadmodjo, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi revisi, PT. Renika Cipta, Jakarta
Rue LW, LL Byars, Manajement : 1986. Theory and Application, Inc Homewood IL
Prof.Dr. Sugiono, Metode penelitian Kuantitatif ,Kualitatif dan R&D, Alpabeta, cetakan 11 , 2010, Bandung
Prof,Dr. H. Dadang Sadeli,M.Si, Power point Mata Kuliah Pengantar Manajemen Keuangan Pendidikan , Unigal 2013 , Ciamis
UU No 17 Tahun  2003 pasal 31 ayat 1 tentang Pengelolaan  Keuangan Negara
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars
Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung
Blog Pendidikan Indonesia 12 Oktober 2013 desentralisasi pendidikan di Indonesia
Dari www.Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas  Oktober 2013











Comments

Popular Posts