Mengangkat Kualitas Madrasah Ibtidaiyah
Pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu negara/bangsa yang ingin maju
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sesuatu yang lazim kita
dengar dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan yang bermutu adalah sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (1)
Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional,
jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga bermutu, beretika, bermoral, sopan,
santun dapat berinteraksi dengan masyarakat, dan bersaing dalam dunia kerja.
Kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
(1) Undang-undang
Sisdiknas No 20 Th 2003 pasal 3
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill
daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pengelolaan pendidikan
formal di Indonesia dipegang oleh dua kementerian yaitu Kementerian pendidikan
Nasional yang meliputi lembaga pendidikan TK, SD, SMP, SMA, SMKK, PT dan Kementerian Agama yang meliputi lembaga pendidikan RA, MI, MTs, MA, PTI.
Lembaga pendidikan yang berada di lingkungan Kemendiknas hampir 90% berstatus
negeri sedangkan sebaliknya lembaga pendidikan di lingkungan Kemenag berstatus
swasta.
Madrasah
Ibtidaiyah merupakan lembaga pendidkan yang bercirikan islam hadir di
tengah-tengah masyarakat sebagai warisan turun temurun dan berakar dengan
pendidikan pesantren di Indonesia. Sehingga jangan heran sebagian besar
Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia berdiri di atas tanah wakap milik masyarakat
dan berstatus swasta. Dengan kata lain
Madrasah Ibtidaiyah lahir dari masyarakat,
oleh masyarakat, dan untuk
masyarakat Indonesia.
Dalam
perjalanan perkembangannya kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah mulai
memeperlihatkan peningkatan, terbukti dalam berbagai kegiatan perlombaan pendidikan
seperti Olimpiade MIPA, siswa-siswa Madrasah Ibtidaiyah dapat berhasil
menjuarinya dan diperhitungkan oleh sisiwa-siswi sekolah . Penulis mengenal MI.
Malang di Malang, MI. Asih Putra di Bandung dan banyak lagi madrasah yang terkenal dalam kualitas
pendidikannya. Namun secara umum kondisi pendidikan Madrasah Ibtidaiyah mengalami penurunan dibanding kualitas
pendidikan sekolah, Penulis tidak menutup mata karena banyak faktor yang menentukan terjadinya hal
tersebut diantaranya belum terpenuhinya delapan standar pendidikan nasional. Di samping itu
sifat arogansi pihak yayasan yang berlebihan terhadap kebijakan lembaga
pendidikan di bawah naungannya. Sehingga apa yang terjadi, kontradikasi
kepentingan lembaga dan yayasan saling berbenturan tidak sejalan yang
diharapkan. Akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan pada lembaga
pendidikan itu.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) mengamanatkan
bahwa setiap satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus
menyusun kurikulum dengan mengacu kepada Standar Isi, Standar Kompetensi
Lulusan, Standar Pengelolaan, Standar Proses, dan Standar Penilaian, serta
berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan salah
satu acuan utama bagi satuan pendidikan dalam penyusunan kurikulum (KTSP). (2)
(2) Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur
sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, Pemerintah
melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor
29 Tahun 2005. BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan
program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur
formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. (3)
Dengan begitu
pemerintah tidak membedakan negeri atau swasta yang menjadi label lembaga
pendidikan tapi tingkatan akreditasilah, layak atau tidaknya suatu lembaga
pendidikan baik sekolah ataupun madrasah. Apalagi ditunjang oleh kualitas
pendidikan sebagai harga jual kepada konsumen pendidikan yaitu masyarakat itu
sendiri. Masa yang akan datang apabila suatu lembaga pendidikan tidak bermutu,
maka akan ditinggalkan oleh masyarakat, dengan kata lain “ Kalau tidak
mutu pasti mati”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas maka
dapat diidentifikasi masalah yang
(3)
Permen
Diknas No. 29 Th 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional
muncul dari
penyelenggaraan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah adalah :
1.
Sarana prasarana Madrasah Ibtidaiyah
2.
Profesionalisme Pendidik dan
Tenaga Kependidikan
3.
Kebijakan yayasan dengan lembaga di bawah naungannya
4.
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas
C.
Rumusan
Masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apa
pengertian kualitas pendidikan ?
2.
Bagaimana
kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah?
3.
Bagaimana
analisis tentang masalah yang
mempengaruhi kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah
?
4.
Bagaimana
cara pemecahan masalah terhadap masalah – masalah yang timbul dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah ?
D.
Pembatasan Masalah
1.
Mengetahui
kajian teoritik tentang pengertian kualitas
pendidikan
2.
Mengetahui
kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah
3.
Mampu
menganalisis tentang masalah yang mempengaruhi kualitas pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah
4. Dapat memecahkan masalah yang muncul
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
(DARI SUBTANSI
MASALAH)
A.
PENGERTIAN
1. Kualitas pendidikan
1.1. Kualitas
Seorang pakar marketing dan
penjualan pernah mengatakan bahwa "quality is a must". Ya, kualitas
adalah sebuah keharusan yang harus dijaga dan ditingkatkan bila sebuah
perusahaan ingin tetap eksis dalam persaingan penjualan. Bukan hanya karena
konsumen adalah raja namun saat ini konusmen sudah semakin cerdas dalam
menentukan pilihan produk/jasa mana yang akan dibeli. Konsumen selalu
beranggapan bahwa produk/jasa yang diperoleh harus sesuai dengan uang yang
telah dikeluarkan. Sehingga penting bagi perusahaan penyedia produk/jasa untuk
selalu menjaga kualitas agar supaya konsumen tidak berpaling ke perusahaan
pesaing. Begitu juga halnya dengan pendidikan sebagai jasa produk pendidikan.
Pendidkan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menyelenggarakan
pendidikan dengan optimal sehingga menghasilkan lulusan yang diharapkan
pengguna jasa dan memenuhi permintaan pasar atau siap kerja serta menjadi
insane yang bertanggungjawab baik pada dirinya, keluarga, lingkungan, dan
berbangsa
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi kualitas:
1.
KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Kualitas merupakan tingkat baik
buruknya sesuatu
2.
PHILIP CROSBY (1979)
Kualitas yaitu kesesuaian dengan
yang disyaratkan
3. THE
INTERNATIONAL STANDARDS ORGANIZATION (ISO)
Kualitas adalah "totalitas
fitru-fitur dan karakteristik-karakteristik dari produk atau layanan yang
berpengaruh pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu atau kebutuhan
yang tersirat"
4. IYUNG
PAHAN
Kualitas didefinisikan sebagai
gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan hubungan yang ditentukan atau tersirat
5. HARVARD
BUSINESS SCHOOL
Kualitas merupakan hal penting bagi
sebuah produk /jasa. Kualitas merupakan satu dari tiga faktor penting yang
mempengaruhi konsumen ketika mereka ingin membeli sebuah produk/jasa
6. M.
SUYANTO (AMIKOM YOGYAKARTA)
Kualitas merupakan seberapa baik
sebuah produk sesuai dengan kebutuhan spesifik pelanggan. Kualitas meliputi
kualitas kinerja, kesesuaian, daya tahan, dan keandalan
7. EVANS
& LINDSAY
Kualitas merupakan kunci keunggulan
bersaing (competitive advantage), yaitu kemampuan sebuah perusahaan untuk
mencapai keunggulan pasar. Dalam jangka panjang, keunggulan bersaing yang
terjaga akan menghasilkan kinerja di atas rata-rata
8. GOETSH
& DAVIS (1994)
Kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, layanan, manusia, proses, lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan 4
Setelah memperhatikan pengertian menurut para ahli penulis
dapat memberikan kesimpun bahwa kualitas adalah keadaan kondidisi dinamis yang
memungkinkan layanan jasa dapat terlaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai
harapan pengguna jasa .
1.2.
Pendidikan
Pengertian Pendidikan menurut Para Ahli
1.
John Dewey.
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual,
emosional ke arah alam dan sesama manusia
2.
M.J. Longeveled
4 website http://carapedia.com/pengertian_definisi_kualitas_info2137.html
Pendidikan
adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3.
Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran
dan sifatnya.
4. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses
atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
5. H.
Horne
Pendidikan
adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik
dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
6. J.J.
Russeau
Pendidikan
adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi
dibutuhkan pada saat dewasa.
7. Ki
Hajar Dewantara
Pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
8. Ahmad
D. Marimba
Pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
9. Insan
Kamil
Pendidikan adalah
usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam
diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
10. Ivan
Illc
Pendidikan
adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup.
11. Edgar
Dalle
Pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik
agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap
untuk masa yang akan datang.
12.
Hartoto
Pendidikan
adalah usaha sadar, terencana, sistematis, dan terus-menerus dalam upaya
memanusiakan manusia.
13.
Ngalim Purwanto
Pendidikan
adalah segala urusan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
14.
Driakara
Pendidikan
adalah memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia.
15. W.P.
Napitulu
Pendidikan
adalah kegiatan yang secara sadar, teratur, dan terencana dalam tujuan mengubah
tingkah laku ke arah yang diinginkan.
16. UU
No. 2 tahun 1989
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
17. UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
darinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
18. GBHN
Pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup.5
5 website http://dfrp13.blogspot.com/200911/pengertian-pendidikan.html
Dari
beberapa pengertian pendidikan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian pendidikan yang
dikemukakan memiliki kesamaan yaitu usaha sadar, terencana,
sistematis, berlangsung terus-menerus,
dan menuju kedewasaan. Jadi pendidikan
adalah usaha sadar, terencana, sistematis,
berlangsung terus-menerus, yang dilakukan oleh orang
dewasa kepada peserta didik menuju
kedewasaan yang bertanggung jawab
1.3 . Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah 6 adalah
entitas budaya islam yang memiliki peran penting dalam sejarah pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan di Tanah Air. Proses kelahiran madrasah telah dimulai
sejak penyebaran islam ke Tanah Air. Pada masa tersebut berbagai model
pendidikan islam telah tumbuh subur meskipun masih bersipat individual dan
dalam bentuk sederhana. Madrasah lahir dari model pendidikan tradisional,
halaqah, yang diadakan di suarau, mesjid, dan langgar. Pesantren sebagai model
awal pelembagaan pendidikan islam sejak abad 13 7 , memiliki peran
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan madrasah 8 . Banyak
lulusan pesantren yang dikirimkanmelanjutkan pendidikan ke beberapa pusat
kajian islam di Timur Tengah. Lulusannya banyak yang memprakarsai pendirian
madrasah-madrsah di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya
madrasah yang berdiri dan berdampingan dengan pesantren. Sehingga,
tradisionalitas pesantren mewarnai corak dan siri khas madrasah sebagai lembaga
pendidikan formal yang bersahaja.
Madrasah
didirikan untuk menandingi sekolah-sekolah pemerintah Belanda yang dinilai
diskriminatif dan netral agama. Pada masa penjajahan Belanda, rakyat luas
sangat sulit mengakses pendidikan. Rakyat tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk mengakses pendidikan. Pemerintah colonial memperlakukan rakyat pribumi
secara diskriminatif.
Kedudukan
madrasah semakin jelas setelah keluar Peraturan Pemerintah No, 28 tahun 1990
sebagai penjelasan UUSPN 1989, dimana salah satu diktumnya menyatakan bahwa
Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan Pertama yang berciri khas Agama Islam
diselenggarakan oleh Departemen
Agama masing - masingdisebut
6 Pada awalnya, istilah madrasah adalah nama atau
sebutan bagi sekolah agama islam, tempat proses belajar agama islam secara
formal yang mempunyai kelas ( dengan sarana antar lain, meja, bangku, dan papan
tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Dalam literatur islam klasik sering ditemua kata madrasah,
yang penulis barat menerjemahkannya sebagai school atau aliran, seperti
madrasah Maliki, madrasah Syafi’I, dsb. Kongkritnya, madrasah ini, diawali pada
masa pemerintahan Bani Abbas,yang merupakan era perkembangan ilmu pengetahuan
dalam berbagai cabang. Ditandai dengan kebebasan intelektual dikalangan
cendikiawan muslim. Meski pada masa tersebut, model pendidikan yang banyak
tersebaritu berbentuk halaqah-halaqah, yang dipercaya sebagai cikal bakal
berdirinya madrasah dalam perkembangan pendidikan islam modern.Diambil
seperlunya, lihat,Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, jilid 3cet 3,
(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) hal 105
7 Madrasah sebagai model pendidikan
islam dipercaya memiliki peran penting dalam perkembangan sistem pendidikan
modern. Madrasah pertama kali didirikan di dunia islam adalah Madrasah
Nidzamiyah di Bagdad. Madrasah ini didirikan oleh Perdana Menteri Nizamul Mulk
( 1018/1019-1092) . Madrasah ini banyak menghasilkan ulama dan sarjana yang
tersebar di negeri-negeri islam. Salah seorang gurunya adalah Imam al-Ghazali.Adapun
di Cairo berdiri perguruan tinggi al-Azhar, di Spanyol berdiri Perguruan Tinggi
Cordoba.
8 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, ( Jakarta:Lagos Wacana Ilmu, 2001) hal 6
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah ( pasal 4
ayat 3 ).
Pada orde Reformasi, pengakuan dan peningkatan peran
madrasah dalam pendidikan nasional telah ditegaskan oleh pemerintah melalui
Undang-Undang No.20 tahun 2003. Pada Bagian kedua pendidikan dasar pasal 17
ayat 2 disebutkan, “ Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama
( SMP ) dan Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) atau bentuk lain yang sederajat
sederajat.7 Pada pasal 18
ayat 3 disebutkan “ Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas ( SMA
), Madrasah Aliyah ( MA ), Sekolah Kejuruan ( SMK ), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan ( MAK ) atau bentuk lain yang sederajat9
9Abdurahman Shaleh et.al. Panduan dan Pengembangan Madrasah,
(Jakarta; Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaay Pendidikan Agama dan Keagamaan
DEPAG RI, 2005) hal 3
BAB III
KONDISI OBYEKTIF
(Dari Permasalahan yang Dibahas)
Madrasah
Ibtidaiyah berdiri dan berkembang berawal dari tumpuan kekuatan partisipasi masyarakat, baik
dari segi pendanaan maupun dari segi pengelolaan . Terbukti hampir 90% madrasah ibtidaiyah berstatus
swasta dan berdiri di atas tanah wakap
milik masyarakat. Sudah barang tentu penyelenggaraan pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyah kurang optimal, yang akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
lulusannya. Beberapa faktor yang penulis amati sebagai penyebab kurang
berkualitasnya pendidikan di madrasah ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
1.
Keterbatasan sarana dan prasarana
PP.
No. 19 tahun 2005 , pasal 42 ayat 1 “ setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana dan prasarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku sumber dan buku sumberlainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan”
Hampir sebagaian besar keberadaan Madrasah Ibtidaiyah sangat jauh dari standar nasional pendidikan
tentang standar sarana prasarana. Maka dari itu penilaian untuk mengukur mutu
sarana dan prasarana madrasah, hanya menggunakan indicator minimal yang
merupakan kebutuhan wajib dalam keberlangsungan proses pendidikan di madrasah.
Antara lain, ketersediaan ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang guru.
2.
Tenaga pendidik dan kependidikan
Standar
pendidik dan tenaga kependidikan telah diatur pemerintah dalam PP No. 19 tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasioanal pasal 28 ayat 1 “ Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional “ . Pada kenyataannya hampir disetiap
Madrasah Ibtidaiyah keberadaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan belum
memenuhi kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan. Bahkan setatus mereka
adalah honorer yang berangkat dari
berbagai disiplin ilmu. Masih terdapat guru lulusan SMP dan SMA, dengan
prosentase yang cukup tinggi.
Pada madrasah ibtidaiyah yang lain masih banyak guru
yang mereka memiliki ijazah sarjananya
non-keguruan. Sehingga sertifikasi guru
di madrasah terjadi kontradikasi dengan kualifikasi pendidikannya.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan guru di
Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
2.1.Problem Sukarelawan
a.
Rendahnya tingkat kesejahteraan guru sukarelawan dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan mereka dalam pendidikan. Akibatnya sebagain besar guru
sukarelawan mempunyai pekerjaan sampingan
seperti dagang, ngojeg, bertani, dan berternak.
b.
Pada Madrasah Ibtdaiyah swasta banyaknya guru sukarelawan dapat menyerap
anggaran BOS 50%-60% sehingga anggaran KBM sangat minim.
2.2.Problem kesempatan dan perlakuan
a.
Penempatan guru PNS lebih banyak di madrasah negeri disbanding swasta.
b.
Guru sukarelawan yang telah mengabdi lama di madrasah belum mendapat
perlakuan yang baik atau diangkat menjadi PNS.
c.
Penempatan guru-guru sukarelawan berpengalaman dan sudah lama mengabdi
di madrasah ketika diangkat menjadi PNS tidak ditempat di madrasah itu
melainkan di luar madrasah itu.
2.3.Problem pembinaan dan peningkatan kompetensi
a.
Kementerian agama jarang mengadakan kegiatan untuk meningkatkan
kompetensi guru-guru swasta, banyak diperioritaskan pada madrasah negeri.
b.
Guru-guru maddrasah sulit mengakses informasi kebijakan pendidikan,
terkendala biaya, jarak dan pola manajemen kementerian agama yang hanya
mengadakan koordinasi KKM.
3.
Kebijakan Yayasan
3.1.Rekrutmen Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Riil dilapangan bagi madrasah swasta, kebijakan
yayasan sangat dominan dalam rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan tanpa memperhatikan potensi yang dimilikinya. Kebijakan yang diterapkan yayasan
selalu mengarah kepada kepentingan pribadi atau golongan. Banyak
keluarga yayasan atau tokoh yang dekat dengan yayasan dengan mudah dapat dirikrut
sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Kepala madrasah hanya menjalankan
kebijakannya secara oprasional dilapangan, kontra atau tidaknya dan baik atau buruknya dari kebijakan itu kepala
madrasahlah yang menjadi kambinghitamnya.
3.2.Sikap Arogansi Yayasan
Sering sikap arogansi
ditunjukan yayasan baik keluarga ataupun
pengurus yayasan terhadap lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya. Apabila Kepala Madrasah, pendidik atau tenaga
kependidikan kurang patuh pada kebijakannya, mereka tak segan-segan
mengeluarkan sepihak tanpa memperhitungakan pengabdiannya. Hal ini
dirasakan penulis tanpa ada kompermasi
sebelumnya harus keluar dari lembaga pendidikan itu dengan dalih yang
dibuat-buat dan didramatisir bahwa
kebijakannya itu benar.
3.3.Pengelolaan Rehabilitasi
Bantuan rehabilitasi
atau RKB yang diberikan kepada madrasah
swasta sering didominasi pelaksanakannya oleh yayasan walapun secara formal
sebelumnya diadakan rapat pembentukan panitia yang melibatkan unsur ; kepala
madrasah, dewan guru, komite, yayasan, tokoh masyarakat, dan steakholder.
Namun akhirnya madrasah bertindak pasif, artinya madrasah hanya menjalankan
administrasi pembangunannya berupa laporan akhir (LPJ), sedangkan
pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh yayasan. Sehingga terjadi ketimpangan
kepentingan bangunan yang diharapkan dengan program madrasah yang sedang
dijalankan. Begitu juga LPJ yang
diharapkan terkadang kontradiksi dengan kenyataan.
BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Kondisi Ideal Yang Diinginkan
(Mengacu pada teori)
Madrasah
Ibtidaiyah salah satu entitas budaya masyarakat islam. Sejarah membuktikan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam tidak terlepas dari
penyebaran syiar islam.
Bangkitnya kesadaran social masyarakat islam di
Indonesia pada masa penjajjahan Belanda ditandai dengan munculnya ormas-ormas
islam terutama yang banyak bergerak di bidang pendidikan, seperti Muhammadiyah
(1912), al-Irsyadiyah (1916), Nahdatul Ulama (1926), Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (1928), al-Jami’lah al-Washliyah (1930), Jami’at Khair (1905), dan
Persatuan Islam Bandung.10
Dalam rangka mengejar target pencapaian standar
nasional pendidikan sebagaimana diharapkan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional , Pemerintah pusat dan daerah menuntut perlakuan yang sama
terhadap sekolah umum dan madrasah. Hal ini sebagai konsekuensi dari persamaan
legalitas madrasah dengan sekolah umum lainnya sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Sistem
10Madrasah
–madrasah perintis tersebar diberbagai wilayah, di Sukarata didirikan madrasah
Mambaul Ulum (1905), di Surabaya Madrasah Nahdatul Wathan , Hizbul Wathan, dan
Tashwirul Afkar, di Minangkabau Madrasah Diniyah (1915), ( Ensiklopedia Islam,
hal 108 )
Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Madrasah Ibtidaiyah harus lebih
maju dan berkembang sesuai potensi yang dimilikinya yang dapat menyelenggarakan
pendidikan bercirikan islam. Disamping pengetahuan umum ( Pkn, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, SBK, Bahasa Inggris, Mulok, IT, dan
Penjas ) juga pendidikan agama ( Aqidah Akhlaq, Al-Qur’an Hadits, Fiqih. SKI,
dan Bahasa Arab) diberikan di Madrasah Ibtidaiyah, sehingga diharapkan
lulusannya menjadi manusia seutuhnya yang memiliki Iptek dan Intaq dan
bertanggungjawab sebagaimana tujuan pendidikan nasional.11
Madrasah
ibtidaiyah merupakan lembaga pendidikan utuh yang menyeimbangkan pendidikan
duniawi dan ukhrowi yang mampu menghadapai tantangan perubahan zaman yang
dinamis.12 Proses pembelajaran di madrasah ibtidaiyah memberikan
nuansa islami dengan menerapkan program pembiasaan baca al-Qur’an 10 ayat
sebelum pelajaran berlangsung, dan
sholat berjamaah dzuhur. Penerapan nilai-nilai islami benar-benar
dilaksanakan di lingkungan madrasah dengan harapan menjadi
11UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
12Lembaga pendidik formal seperti sekolah adalah suatu
sub system dari system social. Jika terjadi perubahan dalam system social, maka
lembaga pendidikan formal juga akan mengalami perubahan maka hasilnya akan
berpengaruh terhadap system social. Oleh karena itu lembaga pendidikan
mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya tradisional
dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat menyiapkan diri menghadapi
tantangan kemajuan jaman ( Inovasi Pendidikan hal 53)
kebiasaan
siswa-siswi yang diharapkan dapat
diteruskan di luar madrasah.
Proses pembelajaran
di Madrasah Ibtidaiyah harus mengacu
pada KBM yang efektif dan berkualitas
dengan didukung oleh profesionalisme guru.14 Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru
akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru,
dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan
mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan
lain. Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama
semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang
sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka
dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang ‘katrok’ terhadap
perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak
dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka semuanya akan sia-sia.
Segala ambisi besar macam ‘Sekolah Bertaraf Internasional’ pada akhirnya akan
kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional.
Paling banter nantinya akan menjadi ‘Sekolah Bertarif Internasional’.
14“Educational
change depends on what teachers do and think – it’s as simple and as complex as
that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking.
Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited
to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teachers and reward
accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding
workplace conditions attract and retain good people.” The New Meaning of Educational Change, 3rd ed. Fullan
(2001:115).
Partisipasi
masyarakat terhadap Madrasah Ibtidaiyah sangat besar, dan ini merupakan
kekuatan untuk meningkatkan keberadaannya sebagai lembaga pendidikan yang
berkualitas. Kalau masyarakat sudah
merasa memiliki madrasah ibtidaiyah, maka pengadaan sarana dan prasarana tidak
menjadi kendala. Begitu juga halnya dengan kesinambungan keadaan kuantitas
siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah akan tetap terjaga karena memberikan bukti
bukan janji. Hal ini bisa kita rasakan bagaimana tawuran terjadi di berbagai
sekolah umum tapi di madrasah tidak,
B.
Kondisi Riil di Lapangan
Kondisi riil
di lapangan penyelenggaraan
pendidikan Madrasah Ibtidaiyah sangat
memperhatikan, penulis menemukan
beberapa hal tentang Madrasah Ibtidaiyah sebagai berikut :
1.
Kondisi Sarana dan Prasarana
Gambaran mutu sarana dan prasarana Madrasah Ibtidaiyah
meliputi ruang kelas, ruang guru, dan
ruang perpustakaan, sangat memperhatikan. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian yang dilaksanakan oleh P3M
STAI khususnya di Kab.
Tasikmalaya,13 Namun dapat memberikan gambaran secara umum tentamg keberadaan
Madrasah Ibtidaiyah di Jawa Barat khususnya.
13 Laporan Akhir Kegiatan “Menjaring Aspirasi Masyarakat, Untuk Mendorong
Terbentuknya Peraturan Daerah Tentang Madrasah di Kab. Tasikmalaya (hal :80)
2.
Kondisi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Keberadaan
pendidik dan tenaga pendidik di Madrasah Ibtidaiyah masih banyak menimbulkan
permasalahan, dengan identifikasi di lapangan sebagai berikut :
a.
Tenaga Sukarelawan
b.
Kompetensi disiplin pendidikan strata S1 banyak dari PAI
c.
Kualifikasi akademik pendidikan belum memenuhi PP. No. 19 Tahun 2005.
d.
Tenaga Kependidikan seperti; Tenaga Administrasi, Tenaga Perpustakaan,
masih minim
3.
Kondisi Pengelolaan
Kondisi
pengelolaan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah masih belum optimal. Penulis
menemukan fakta di lapangan sebagai berikut :
a.
Kebijakan yayasan yang kaku terhadap lembaga yang berada di bawah
naungannya.
b.
Partisipasi masyarakat mulai berkurang dibanding belum adanya Batuan
Oprasional Sekolah
c.
Ketimpangan bantuan rehabilitasi atau RKB dari pemerintahan daerah serta
pelaksanaan pekerjaannya.
C.
Solusi Yang Diusulkan
1.
Sarana dan Prasarana.
a.
Membuka peran Pemerintah Daerah dalam upaya penjaminan mutu pendidikan
dan pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah
dengan semangat visi kedaerahan dan
pencapaian tujuan Sistem Pendidikan nasional yang tidak diskriminatif, dalam
kerangka otonomi daerah. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut ;
(1).
Audensi dengan Dewan Perwakilan Daerah
(2). Meningkatkan
koordinasi dengan pihak pemda dan diknas kabupaten/kota.
b.
Menciptakan kembali kultur kemandirian Madrasah Ibtidaiyah, dengan
menghidupkan kembali partisipasi masyarakat dengan cara optimalisasi peran
Komite Madrasah. Disertai dengan memberikan pemahaman, arahan, dan pendampingan
kepada seluruh steakholder madrasah dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis
Madrasah ( MBM ).
c.
Meningkatkan koordinasi antar alumni Madrasah Ibtidaiyah yang berhasil
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan dan meningkatkan penyelenggaraan
pendidikan melalui kegiatan “ Temu Alumni “
2.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
a.
Pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan yang disertai
pemerataan penyebaran, pemenuhan hak-haknya, peningkatan kesejahteraannya, dan
pembinaan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan melalui workshop,
sosialisai, seminar, dan peningkata kegiatan KKG, KKM, dan MK2MI.
b.
Meningkatkan peran aktif pengawas dalam meningkatkan kompetensi pendidik
dan tenaga kependidikan.
c.
Mengirimkan pendidik dan tenaga kependidikan secara merata pada
kegiatan-kegiatan pelatihan peningkatan mutu baik tingkat kab/kota, kanwil dan
pusat.
d.
Memperluas akses informasi baik secara vertikal maupun horizontal serta
meningkatkan bantuan kualifikasi akademik ataupun sertifikasi bagi pendidik
dengan mengutamakan profosionalisme dan profesionalisme.
3.
Kebijakan Yayasan Yang Kontradiktif.
a.
Melibatkan pihak yayasan dan
komite dalam peningkatan mutu pendidikan melalui arhan dan pembinaan berupa
kegiatan ; workshop, sosialisai,
seminar, diskusi panel, dan problem solving terhadap permasalahan yang muncul.
b.
Kemenag kab/kota memberikan program mutasi rutin kepada Kepala Madrasah
dalam periode waktu tertentu untuk menghindari praktek mutasi sepihak yang
dilakukan oleh yayasan. Serta memberikan pemerataan peningkatan mutu
penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah.
c.
Memberikan sanksi moril dan administrasi kepada yayasan yang menerapkan
kebijakan kontradiktif.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemaparan
makalah “ Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah “ dengan
mengidentifikasi permasalahan yang muncul dilapangan sebagai hasil pemahaman
dan observasi penulis selama ini dapat disimpulakan sebagaimana berikut ini :
1.
Terbatasnya peran Pemerintah Daerah dalam penjaminan mutu Madrasah
Ibtidaiyah yang berakibat langsung pada buruknya keberadaan saran dan prasarana,
sehingga menurunnya kualitas pendidikan.
2.
Pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah dari mulai proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
pendidikan untuk mencapai penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien,
belum memenuhi Standar Nasional Pengelolaan Pendidikan, karena MBM tidak
terlaksana dengan optimal.
3.
Kualifikasi pendidik dan tenaga pendidikan belum memenuhi Standar
Nasional Pendidik dan Tenaga Kependidikan sesuai amanat PP. No 19 Tahun 2005
tentang Standar Pendidikan Nasional.
4.
Kebijakan yayasan yang kontradiktif masih berlangsung terhadap lembaga
pendidikan di bawah naungannya, sehingga berakibat langsung terhadap menurunnya
kualitas pendidikan.
B.
Saran-Saran
1. Merumuskan langkah Kebijakan Strategis Daerah dalam penjaminan mutu dan pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah dengan
membentuk Rencana Peratran Daerah Tentang Madrasah.
2. Menciptakan kembali kultur kemandirian
madrasah dan menghidupkan kembali partisipasi masyarakat dengan cara mengadakan
kegiatan untuk mengoptimalkan peran Komite Madrasah, dengan memberikan
pemahaman, arahan, dan pendampingan pelaksanaan MBM.
3. Mengeluarkan kebijakan pemerataan pendistribusian guru
definitive secara merata dan mengupayakan pemenuhan hak-hak tenaga sukarelawan
untuk meningkatkan kesejahteraan. Membuka akses informasi dan pembinaan
kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengejar Standar Nasional
Pendidik dan Tenaga kependidikan.
4. Mengawasi secara langsung terencana penyelenggaraan
pendidikan yang berada di bawah naungan yayasan dengan melibatkan pengawas melalui kegiatan pemahaman dan shering
pentingnya kualitas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rachman Shaleh Panduan dan Pengembangan Madrasah,
(Jakarta; Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agman dan Keagamaan
DEPAG RI 2005)
Ensiklopedi Islam jilid 3 ( Jakarta ;Ictiar Baru Van Hoeve, 1994)
Undang-undanh dan Peraturan
Pemerintah Tentang pendidikan,
Direktorat Pendidikan Islam DEPAG RI 2006
Yunus , Filsafat Pendidikan (Bandung; CV. Citra
Sarana Grafika 1999)
Arief Rohman, Kebijakan
Pendidikan Analisis Dinamika Formulasi dan Implimentasi ( Yogyakarta;Aswaja
Preswindo 2012)
Syaiful Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung; Cv.Alfabeta 2009)
Udin Syaefudin, Inovasi Pendidikan, ((Bandung;
Cv.Alfabeta 2009)
Dadang
Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung,
1983).
I.Nyoman
Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung,
1983).
M.
Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara
Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).
Maman
Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).
Maman
Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo,
1999).
Marsetio
Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir,
(Surabaya : 1982).
Nanang
Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).
Oteng
Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional,
(Bandung : Angkasa, 1983).
Comments
Post a Comment