Mengangkat Kualitas Madrasah Ibtidaiyah

Pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu negara/bangsa yang ingin maju


BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sesuatu yang lazim kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan yang bermutu adalah sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (1)
Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga bermutu, beretika, bermoral, sopan, santun dapat berinteraksi dengan masyarakat, dan bersaing dalam dunia kerja.
Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan   teknis   (hard skill)  saja,  tetapi  lebih  oleh  kemampuan
 

(1)     Undang-undang Sisdiknas No 20 Th 2003 pasal 3
mengelola diri dan orang lain (soft skill). kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pengelolaan pendidikan formal di Indonesia dipegang oleh dua kementerian yaitu Kementerian pendidikan Nasional yang meliputi lembaga pendidikan TK, SD, SMP, SMA, SMKK,  PT dan Kementerian Agama yang meliputi  lembaga pendidikan RA, MI, MTs, MA, PTI. Lembaga pendidikan yang berada di lingkungan Kemendiknas hampir 90% berstatus negeri sedangkan sebaliknya lembaga pendidikan di lingkungan Kemenag berstatus swasta.
Madrasah Ibtidaiyah merupakan lembaga pendidkan yang bercirikan islam hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai warisan turun temurun dan berakar dengan pendidikan pesantren di Indonesia. Sehingga jangan heran sebagian besar Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia berdiri di atas tanah wakap milik masyarakat dan berstatus swasta.  Dengan kata lain Madrasah Ibtidaiyah lahir dari masyarakat,  oleh masyarakat,  dan untuk masyarakat Indonesia.
Dalam perjalanan perkembangannya kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah mulai memeperlihatkan peningkatan, terbukti dalam berbagai kegiatan perlombaan pendidikan seperti Olimpiade MIPA, siswa-siswa Madrasah Ibtidaiyah dapat berhasil menjuarinya dan diperhitungkan oleh sisiwa-siswi sekolah . Penulis mengenal MI. Malang di Malang, MI. Asih Putra di Bandung dan banyak lagi  madrasah yang terkenal dalam kualitas pendidikannya. Namun secara umum kondisi pendidikan Madrasah Ibtidaiyah   mengalami penurunan dibanding kualitas pendidikan sekolah, Penulis tidak menutup mata karena banyak  faktor yang menentukan terjadinya hal tersebut diantaranya belum terpenuhinya delapan standar pendidikan nasional. Di samping itu sifat arogansi pihak yayasan yang berlebihan terhadap kebijakan lembaga pendidikan di bawah naungannya. Sehingga apa yang terjadi, kontradikasi kepentingan lembaga dan yayasan saling berbenturan tidak sejalan yang diharapkan. Akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan pada lembaga pendidikan itu.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus menyusun kurikulum dengan mengacu kepada Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pengelolaan, Standar Proses, dan Standar Penilaian, serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan salah satu acuan utama bagi satuan pendidikan dalam penyusunan kurikulum (KTSP). (2)
(2)     Peraturan Pemerintah RI No. 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. (3)
Dengan begitu pemerintah tidak membedakan negeri atau swasta yang menjadi label lembaga pendidikan tapi tingkatan akreditasilah, layak atau tidaknya suatu lembaga pendidikan baik sekolah ataupun madrasah. Apalagi ditunjang oleh kualitas pendidikan sebagai harga jual kepada konsumen pendidikan yaitu masyarakat itu sendiri. Masa yang akan datang apabila suatu lembaga pendidikan tidak bermutu, maka akan ditinggalkan oleh masyarakat, dengan kata lain “ Kalau tidak mutu pasti mati”.

B.                 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah yang


(3)     Permen Diknas No. 29 Th 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional
muncul dari penyelenggaraan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah adalah :
1.            Sarana prasarana Madrasah Ibtidaiyah
2.            Profesionalisme  Pendidik dan Tenaga Kependidikan
3.            Kebijakan yayasan dengan lembaga di bawah naungannya
4.            Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas

C.                Rumusan Masalah
Yang menjadi   rumusan masalah pada makalah  ini  adalah sebagai berikut :
1.            Apa pengertian kualitas  pendidikan ?
2.            Bagaimana kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah?
3.            Bagaimana analisis tentang masalah yang mempengaruhi kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah ?
4.            Bagaimana cara pemecahan masalah terhadap masalah – masalah yang timbul dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah ?
D.                Pembatasan Masalah
1.            Mengetahui kajian teoritik tentang pengertian kualitas pendidikan
2.            Mengetahui kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah
3.            Mampu menganalisis  tentang masalah yang mempengaruhi kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah
4.      Dapat memecahkan masalah yang muncul dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah Ibtidaiyah.















BAB II
KAJIAN TEORITIK
(DARI SUBTANSI MASALAH)

A.       PENGERTIAN
1.      Kualitas pendidikan
1.1. Kualitas
Seorang pakar marketing dan penjualan pernah mengatakan bahwa "quality is a must". Ya, kualitas adalah sebuah keharusan yang harus dijaga dan ditingkatkan bila sebuah perusahaan ingin tetap eksis dalam persaingan penjualan. Bukan hanya karena konsumen adalah raja namun saat ini konusmen sudah semakin cerdas dalam menentukan pilihan produk/jasa mana yang akan dibeli. Konsumen selalu beranggapan bahwa produk/jasa yang diperoleh harus sesuai dengan uang yang telah dikeluarkan. Sehingga penting bagi perusahaan penyedia produk/jasa untuk selalu menjaga kualitas agar supaya konsumen tidak berpaling ke perusahaan pesaing. Begitu juga halnya dengan pendidikan sebagai jasa produk pendidikan. Pendidkan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menyelenggarakan pendidikan dengan optimal sehingga menghasilkan lulusan yang diharapkan pengguna jasa dan memenuhi permintaan pasar atau siap kerja serta menjadi insane yang bertanggungjawab baik pada dirinya, keluarga, lingkungan, dan berbangsa
Berikut ini adalah pengertian dan definisi kualitas:
1.        KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Kualitas merupakan tingkat baik buruknya sesuatu
2.        PHILIP CROSBY (1979)
       Kualitas yaitu kesesuaian dengan yang disyaratkan
3.       THE INTERNATIONAL STANDARDS ORGANIZATION (ISO)
Kualitas adalah "totalitas fitru-fitur dan karakteristik-karakteristik dari produk atau layanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu atau kebutuhan yang tersirat"
4.       IYUNG PAHAN
Kualitas didefinisikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan hubungan yang ditentukan atau tersirat
5.       HARVARD BUSINESS SCHOOL
      Kualitas merupakan hal penting bagi sebuah produk /jasa. Kualitas merupakan satu dari tiga faktor penting yang mempengaruhi konsumen ketika mereka ingin membeli sebuah produk/jasa
6.       M. SUYANTO (AMIKOM YOGYAKARTA)
Kualitas merupakan seberapa baik sebuah produk sesuai dengan kebutuhan spesifik pelanggan. Kualitas meliputi kualitas kinerja, kesesuaian, daya tahan, dan keandalan
7.       EVANS & LINDSAY
Kualitas merupakan kunci keunggulan bersaing (competitive advantage), yaitu kemampuan sebuah perusahaan untuk mencapai keunggulan pasar. Dalam jangka panjang, keunggulan bersaing yang terjaga akan menghasilkan kinerja di atas rata-rata
8.       GOETSH & DAVIS (1994)
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, layanan, manusia, proses, lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan 4
Setelah memperhatikan pengertian menurut para ahli penulis dapat memberikan kesimpun bahwa kualitas adalah keadaan kondidisi dinamis yang memungkinkan layanan jasa dapat terlaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai harapan pengguna jasa .
1.2. Pendidikan
Pengertian Pendidikan menurut Para Ahli
1.      John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2.      M.J. Longeveled
4 website http://carapedia.com/pengertian_definisi_kualitas_info2137.html
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3. Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4. Frederick J. Mc Donald
     Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
5. H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
6. J.J. Russeau
Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
7. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
8. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
9. Insan Kamil
Pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
10. Ivan Illc
Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
11. Edgar Dalle
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
12. Hartoto
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis, dan terus-menerus dalam upaya memanusiakan manusia.
13. Ngalim Purwanto
Pendidikan adalah segala urusan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
14. Driakara
Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia.
15. W.P. Napitulu
Pendidikan adalah kegiatan yang secara sadar, teratur, dan terencana dalam tujuan mengubah tingkah laku ke arah yang diinginkan.
16. UU No. 2 tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
17. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
18. GBHN
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.5
5 website  http://dfrp13.blogspot.com/200911/pengertian-pendidikan.html
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa   pada dasarnya pengertian pendidikan yang dikemukakan memiliki kesamaan yaitu usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus, dan menuju kedewasaan. Jadi pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada peserta didik  menuju kedewasaan yang bertanggung jawab
1.3  . Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah 6 adalah entitas budaya islam yang memiliki peran penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Tanah Air. Proses kelahiran madrasah telah dimulai sejak penyebaran islam ke Tanah Air. Pada masa tersebut berbagai model pendidikan islam telah tumbuh subur meskipun masih bersipat individual dan dalam bentuk sederhana. Madrasah lahir dari model pendidikan tradisional, halaqah, yang diadakan di suarau, mesjid, dan langgar. Pesantren sebagai model awal pelembagaan pendidikan islam sejak abad 13 7 , memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan madrasah 8 . Banyak lulusan pesantren yang dikirimkanmelanjutkan pendidikan ke beberapa pusat kajian islam di Timur Tengah. Lulusannya banyak yang memprakarsai pendirian madrasah-madrsah di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya madrasah yang berdiri dan berdampingan dengan pesantren. Sehingga, tradisionalitas pesantren mewarnai corak dan siri khas madrasah sebagai lembaga pendidikan formal yang bersahaja.
Madrasah didirikan untuk menandingi sekolah-sekolah pemerintah Belanda yang dinilai diskriminatif dan netral agama. Pada masa penjajahan Belanda, rakyat luas sangat sulit mengakses pendidikan. Rakyat tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan. Pemerintah colonial memperlakukan rakyat pribumi secara diskriminatif.
Kedudukan madrasah semakin jelas setelah keluar Peraturan Pemerintah No, 28 tahun 1990 sebagai penjelasan UUSPN 1989, dimana salah satu diktumnya menyatakan bahwa Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan Pertama yang berciri khas Agama Islam diselenggarakan oleh   Departemen   Agama masing - masingdisebut 
6 Pada awalnya, istilah madrasah adalah nama atau sebutan bagi sekolah agama islam, tempat proses belajar agama islam secara formal yang mempunyai kelas ( dengan sarana antar lain, meja, bangku, dan papan tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Dalam literatur  islam klasik sering ditemua kata madrasah, yang penulis barat menerjemahkannya sebagai school atau aliran, seperti madrasah Maliki, madrasah Syafi’I, dsb. Kongkritnya, madrasah ini, diawali pada masa pemerintahan Bani Abbas,yang merupakan era perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabang. Ditandai dengan kebebasan intelektual dikalangan cendikiawan muslim. Meski pada masa tersebut, model pendidikan yang banyak tersebaritu berbentuk halaqah-halaqah, yang dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya madrasah dalam perkembangan pendidikan islam modern.Diambil seperlunya, lihat,Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, jilid 3cet 3, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) hal 105
7 Madrasah sebagai model pendidikan islam dipercaya memiliki peran penting dalam perkembangan sistem pendidikan modern. Madrasah pertama kali didirikan di dunia islam adalah Madrasah Nidzamiyah di Bagdad. Madrasah ini didirikan oleh Perdana Menteri Nizamul Mulk ( 1018/1019-1092) . Madrasah ini banyak menghasilkan ulama dan sarjana yang tersebar di negeri-negeri islam. Salah seorang gurunya adalah Imam al-Ghazali.Adapun di Cairo berdiri perguruan tinggi al-Azhar, di Spanyol berdiri Perguruan Tinggi Cordoba.
8 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta:Lagos Wacana Ilmu, 2001) hal 6

Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah ( pasal 4 ayat 3 ).
Pada orde Reformasi, pengakuan dan peningkatan peran madrasah dalam pendidikan nasional telah ditegaskan oleh pemerintah melalui Undang-Undang No.20 tahun 2003. Pada Bagian kedua pendidikan dasar pasal 17 ayat 2 disebutkan, “ Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) dan Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) atau bentuk lain yang sederajat sederajat.7  Pada pasal 18 ayat 3 disebutkan “ Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas ( SMA ), Madrasah Aliyah ( MA ), Sekolah Kejuruan ( SMK ), dan Madrasah Aliyah Kejuruan ( MAK ) atau bentuk lain yang sederajat9









  9Abdurahman Shaleh et.al. Panduan dan Pengembangan Madrasah, (Jakarta; Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaay Pendidikan Agama dan Keagamaan DEPAG RI, 2005) hal 3



BAB III
KONDISI OBYEKTIF
(Dari Permasalahan yang Dibahas)

Madrasah Ibtidaiyah berdiri dan berkembang berawal dari  tumpuan kekuatan partisipasi masyarakat, baik dari segi pendanaan maupun dari segi pengelolaan . Terbukti  hampir 90% madrasah ibtidaiyah berstatus swasta dan  berdiri di atas tanah wakap milik masyarakat. Sudah barang tentu penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah kurang optimal, yang akhirnya berpengaruh terhadap kualitas lulusannya. Beberapa faktor yang penulis amati sebagai penyebab kurang berkualitasnya pendidikan di madrasah ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
1.            Keterbatasan sarana dan prasarana
PP. No. 19 tahun 2005 , pasal 42 ayat 1 “ setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku sumber dan buku sumberlainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”
Hampir sebagaian besar keberadaan Madrasah Ibtidaiyah  sangat jauh dari standar nasional pendidikan tentang standar sarana prasarana. Maka dari itu penilaian untuk mengukur mutu sarana dan prasarana madrasah, hanya menggunakan indicator minimal yang merupakan kebutuhan wajib dalam keberlangsungan proses pendidikan di madrasah. Antara lain, ketersediaan ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang guru.
2.            Tenaga pendidik dan kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan telah diatur pemerintah dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasioanal pasal 28 ayat 1 “ Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional “ . Pada kenyataannya hampir disetiap Madrasah Ibtidaiyah keberadaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan belum memenuhi kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan. Bahkan setatus mereka adalah honorer  yang berangkat dari berbagai disiplin ilmu. Masih terdapat guru lulusan SMP dan SMA, dengan prosentase yang cukup tinggi.
Pada madrasah ibtidaiyah yang lain masih banyak guru yang mereka  memiliki ijazah sarjananya non-keguruan. Sehingga  sertifikasi guru di madrasah terjadi kontradikasi dengan kualifikasi  pendidikannya.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan guru di Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
2.1.Problem Sukarelawan
a.       Rendahnya tingkat kesejahteraan guru sukarelawan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan mereka dalam pendidikan. Akibatnya sebagain besar guru sukarelawan mempunyai pekerjaan sampingan  seperti dagang, ngojeg, bertani, dan berternak.
b.      Pada Madrasah Ibtdaiyah swasta banyaknya guru sukarelawan dapat menyerap anggaran BOS 50%-60% sehingga anggaran KBM sangat minim.
2.2.Problem kesempatan dan perlakuan
a.       Penempatan guru PNS lebih banyak di madrasah negeri disbanding swasta.
b.      Guru sukarelawan yang telah mengabdi lama di madrasah belum mendapat perlakuan yang baik atau diangkat menjadi PNS.
c.       Penempatan guru-guru sukarelawan berpengalaman dan sudah lama mengabdi di madrasah ketika diangkat menjadi PNS tidak ditempat di madrasah itu melainkan di luar madrasah itu.
2.3.Problem pembinaan dan peningkatan kompetensi
a.       Kementerian agama jarang mengadakan kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru-guru swasta, banyak diperioritaskan pada madrasah negeri.
b.      Guru-guru maddrasah sulit mengakses informasi kebijakan pendidikan, terkendala biaya, jarak dan pola manajemen kementerian agama yang hanya mengadakan koordinasi KKM.
3.            Kebijakan Yayasan
3.1.Rekrutmen Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Riil dilapangan bagi madrasah swasta, kebijakan yayasan sangat dominan dalam rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan  tanpa memperhatikan potensi yang dimilikinya. Kebijakan yang diterapkan  yayasan  selalu mengarah kepada kepentingan pribadi atau golongan. Banyak keluarga yayasan atau tokoh yang dekat dengan yayasan dengan mudah dapat dirikrut sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Kepala madrasah hanya menjalankan kebijakannya secara oprasional dilapangan, kontra atau tidaknya dan  baik atau buruknya dari kebijakan itu kepala madrasahlah yang menjadi kambinghitamnya.
3.2.Sikap Arogansi Yayasan
Sering sikap arogansi ditunjukan  yayasan baik keluarga ataupun pengurus yayasan terhadap lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya. Apabila Kepala Madrasah, pendidik atau tenaga kependidikan kurang patuh pada kebijakannya, mereka tak segan-segan mengeluarkan sepihak tanpa memperhitungakan pengabdiannya. Hal ini dirasakan  penulis tanpa ada kompermasi sebelumnya harus keluar dari lembaga pendidikan itu dengan dalih yang dibuat-buat dan didramatisir  bahwa kebijakannya itu benar. 
3.3.Pengelolaan Rehabilitasi
Bantuan rehabilitasi atau  RKB yang diberikan kepada madrasah swasta sering didominasi pelaksanakannya oleh yayasan walapun secara formal sebelumnya diadakan rapat pembentukan panitia yang melibatkan unsur ; kepala madrasah, dewan guru, komite, yayasan, tokoh masyarakat, dan steakholder. Namun akhirnya madrasah bertindak pasif, artinya madrasah hanya menjalankan administrasi pembangunannya berupa laporan akhir (LPJ), sedangkan pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh yayasan. Sehingga terjadi ketimpangan kepentingan bangunan yang diharapkan dengan program madrasah yang sedang dijalankan. Begitu juga LPJ yang diharapkan terkadang kontradiksi dengan kenyataan.







BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH

A.      Kondisi Ideal Yang Diinginkan
(Mengacu pada teori)

Madrasah Ibtidaiyah salah satu entitas budaya masyarakat islam. Sejarah membuktikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam tidak terlepas dari penyebaran syiar islam.
Bangkitnya kesadaran social masyarakat islam di Indonesia pada masa penjajjahan Belanda ditandai dengan munculnya ormas-ormas islam terutama yang banyak bergerak di bidang pendidikan, seperti Muhammadiyah (1912), al-Irsyadiyah (1916), Nahdatul Ulama (1926), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1928), al-Jami’lah al-Washliyah (1930), Jami’at Khair (1905), dan Persatuan Islam Bandung.10
Dalam rangka mengejar target pencapaian standar nasional pendidikan sebagaimana diharapkan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional , Pemerintah pusat dan daerah menuntut perlakuan yang sama terhadap sekolah umum dan madrasah. Hal ini sebagai konsekuensi dari persamaan legalitas madrasah dengan sekolah umum lainnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Sistem


  10Madrasah –madrasah perintis tersebar diberbagai wilayah, di Sukarata didirikan madrasah Mambaul Ulum (1905), di Surabaya Madrasah Nahdatul Wathan , Hizbul Wathan, dan Tashwirul Afkar, di Minangkabau Madrasah Diniyah (1915), ( Ensiklopedia Islam, hal 108 )
Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Madrasah Ibtidaiyah harus lebih maju dan berkembang sesuai potensi yang dimilikinya yang dapat menyelenggarakan pendidikan bercirikan islam. Disamping pengetahuan umum  ( Pkn, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, SBK, Bahasa Inggris, Mulok, IT, dan Penjas ) juga pendidikan agama ( Aqidah Akhlaq, Al-Qur’an Hadits, Fiqih. SKI, dan Bahasa Arab) diberikan di Madrasah Ibtidaiyah, sehingga diharapkan lulusannya menjadi manusia seutuhnya yang memiliki Iptek dan Intaq dan bertanggungjawab sebagaimana tujuan pendidikan nasional.11
Madrasah ibtidaiyah merupakan lembaga pendidikan utuh yang menyeimbangkan pendidikan duniawi dan ukhrowi yang mampu menghadapai tantangan perubahan zaman yang dinamis.12 Proses pembelajaran di madrasah ibtidaiyah memberikan nuansa islami dengan menerapkan program pembiasaan baca al-Qur’an 10 ayat sebelum pelajaran berlangsung, dan  sholat berjamaah dzuhur. Penerapan nilai-nilai islami benar-benar dilaksanakan di lingkungan madrasah dengan harapan menjadi


11UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
12Lembaga pendidik formal seperti sekolah adalah suatu sub system dari system social. Jika terjadi perubahan dalam system social, maka lembaga pendidikan formal juga akan mengalami perubahan maka hasilnya akan berpengaruh terhadap system social. Oleh karena itu lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman ( Inovasi Pendidikan hal 53)

kebiasaan siswa-siswi yang diharapkan dapat  diteruskan di luar madrasah.
Proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah  harus mengacu pada KBM yang efektif dan  berkualitas dengan didukung oleh profesionalisme guru.14  Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain. Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang ‘katrok’ terhadap perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka semuanya akan sia-sia. Segala ambisi besar macam ‘Sekolah Bertaraf Internasional’ pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi ‘Sekolah Bertarif Internasional’.
14“Educational change depends on what teachers do and think – it’s as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teachers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people.” The New Meaning of Educational Change, 3rd ed. Fullan (2001:115).
Partisipasi masyarakat terhadap Madrasah Ibtidaiyah sangat besar, dan ini merupakan kekuatan untuk meningkatkan keberadaannya sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas. Kalau masyarakat sudah merasa memiliki madrasah ibtidaiyah, maka pengadaan sarana dan prasarana tidak menjadi kendala. Begitu juga halnya dengan kesinambungan keadaan kuantitas siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah akan tetap terjaga karena memberikan bukti bukan janji. Hal ini bisa kita rasakan bagaimana tawuran terjadi di berbagai sekolah umum tapi di madrasah tidak,
B.        Kondisi Riil di Lapangan
Kondisi riil di lapangan  penyelenggaraan pendidikan  Madrasah Ibtidaiyah sangat memperhatikan,  penulis menemukan beberapa hal tentang Madrasah Ibtidaiyah sebagai berikut :
1.      Kondisi Sarana dan Prasarana
Gambaran mutu  sarana dan prasarana Madrasah Ibtidaiyah meliputi ruang kelas,  ruang guru, dan ruang perpustakaan, sangat memperhatikan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilaksanakan oleh P3M  STAI  khususnya di Kab. Tasikmalaya,13 Namun dapat memberikan gambaran secara umum tentamg keberadaan Madrasah Ibtidaiyah di Jawa Barat khususnya.




13 Laporan Akhir Kegiatan “Menjaring Aspirasi Masyarakat, Untuk Mendorong Terbentuknya Peraturan Daerah Tentang Madrasah di Kab. Tasikmalaya (hal :80)
2.      Kondisi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Keberadaan pendidik dan tenaga pendidik di Madrasah Ibtidaiyah masih banyak menimbulkan permasalahan, dengan identifikasi di lapangan sebagai berikut :
a.       Tenaga Sukarelawan
b.      Kompetensi disiplin pendidikan strata S1 banyak dari PAI
c.       Kualifikasi akademik pendidikan belum memenuhi PP. No. 19 Tahun 2005.
d.      Tenaga Kependidikan seperti; Tenaga Administrasi, Tenaga Perpustakaan, masih minim
3.      Kondisi Pengelolaan
Kondisi pengelolaan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah masih belum optimal. Penulis menemukan fakta di lapangan sebagai berikut :
a.       Kebijakan yayasan yang kaku terhadap lembaga yang berada di bawah naungannya.
b.      Partisipasi masyarakat mulai berkurang dibanding belum adanya Batuan Oprasional Sekolah
c.       Ketimpangan bantuan rehabilitasi atau RKB dari pemerintahan daerah serta pelaksanaan pekerjaannya.

C.       Solusi Yang Diusulkan  
1.      Sarana dan Prasarana.
a.       Membuka peran Pemerintah Daerah dalam upaya penjaminan mutu pendidikan dan pengelolaan  Madrasah Ibtidaiyah dengan semangat visi kedaerahan  dan pencapaian tujuan Sistem Pendidikan nasional yang tidak diskriminatif, dalam kerangka otonomi daerah. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan  sebagai berikut ;
(1). Audensi dengan Dewan Perwakilan Daerah
(2). Meningkatkan koordinasi dengan pihak pemda dan diknas kabupaten/kota.
b.      Menciptakan kembali kultur kemandirian Madrasah Ibtidaiyah, dengan menghidupkan kembali partisipasi masyarakat dengan cara optimalisasi peran Komite Madrasah. Disertai dengan memberikan pemahaman, arahan, dan pendampingan kepada seluruh steakholder madrasah dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Madrasah ( MBM ).
c.       Meningkatkan koordinasi antar alumni Madrasah Ibtidaiyah yang berhasil untuk berpartisipasi dalam mengembangkan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan melalui kegiatan “ Temu Alumni “
2.      Pendidik dan Tenaga Kependidikan
a.       Pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan yang disertai pemerataan penyebaran, pemenuhan hak-haknya, peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan melalui workshop, sosialisai, seminar, dan peningkata kegiatan KKG, KKM, dan MK2MI.
b.      Meningkatkan peran aktif pengawas dalam meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
c.       Mengirimkan pendidik dan tenaga kependidikan secara merata pada kegiatan-kegiatan pelatihan peningkatan mutu baik tingkat kab/kota, kanwil dan pusat.
d.      Memperluas akses informasi baik secara vertikal maupun horizontal serta meningkatkan bantuan kualifikasi akademik ataupun sertifikasi bagi pendidik dengan mengutamakan profosionalisme dan profesionalisme.
3.      Kebijakan Yayasan Yang Kontradiktif.
a.       Melibatkan  pihak yayasan dan komite dalam peningkatan mutu pendidikan melalui arhan dan pembinaan  berupa  kegiatan ; workshop,  sosialisai, seminar, diskusi panel, dan problem solving terhadap permasalahan yang muncul.
b.      Kemenag kab/kota memberikan program mutasi rutin kepada Kepala Madrasah dalam periode waktu tertentu untuk menghindari praktek mutasi sepihak yang dilakukan oleh yayasan. Serta memberikan pemerataan peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah.
c.       Memberikan sanksi moril dan administrasi kepada yayasan yang menerapkan kebijakan kontradiktif.








































BAB V
PENUTUP


A.       Kesimpulan
Pemaparan makalah “ Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah “ dengan mengidentifikasi permasalahan yang muncul dilapangan sebagai hasil pemahaman dan observasi penulis selama ini dapat disimpulakan sebagaimana berikut ini :
1.      Terbatasnya peran Pemerintah Daerah dalam penjaminan mutu Madrasah Ibtidaiyah yang berakibat langsung pada buruknya keberadaan saran dan prasarana, sehingga menurunnya kualitas pendidikan.
2.      Pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan  kegiatan pendidikan untuk mencapai penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien, belum memenuhi Standar Nasional Pengelolaan Pendidikan, karena MBM tidak terlaksana dengan optimal.
3.      Kualifikasi pendidik dan tenaga pendidikan belum memenuhi Standar Nasional Pendidik dan Tenaga Kependidikan sesuai amanat PP. No 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
4.      Kebijakan yayasan yang kontradiktif masih berlangsung terhadap lembaga pendidikan di bawah naungannya, sehingga berakibat langsung terhadap menurunnya kualitas pendidikan.

B.        Saran-Saran
1.      Merumuskan langkah Kebijakan  Strategis Daerah dalam penjaminan mutu  dan pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah dengan membentuk Rencana Peratran Daerah Tentang Madrasah.
2.      Menciptakan kembali kultur kemandirian madrasah dan menghidupkan kembali partisipasi masyarakat dengan cara mengadakan kegiatan untuk mengoptimalkan peran Komite Madrasah, dengan memberikan pemahaman, arahan, dan pendampingan pelaksanaan MBM.
3.      Mengeluarkan kebijakan pemerataan pendistribusian guru definitive secara merata dan mengupayakan pemenuhan hak-hak tenaga sukarelawan untuk meningkatkan kesejahteraan. Membuka akses informasi dan pembinaan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengejar Standar Nasional Pendidik dan Tenaga kependidikan.
4.      Mengawasi secara langsung terencana penyelenggaraan pendidikan yang berada di bawah naungan yayasan dengan melibatkan pengawas  melalui kegiatan pemahaman dan shering pentingnya kualitas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachman Shaleh  Panduan dan Pengembangan Madrasah, (Jakarta; Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agman dan Keagamaan DEPAG RI 2005) 
Ensiklopedi Islam jilid 3 ( Jakarta ;Ictiar Baru Van Hoeve, 1994)
Undang-undanh dan Peraturan Pemerintah Tentang pendidikan, Direktorat Pendidikan Islam DEPAG RI 2006
Yunus , Filsafat Pendidikan (Bandung; CV. Citra Sarana Grafika 1999)
Arief Rohman, Kebijakan Pendidikan Analisis Dinamika Formulasi dan Implimentasi ( Yogyakarta;Aswaja Preswindo 2012)
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung; Cv.Alfabeta 2009)
Udin Syaefudin, Inovasi Pendidikan, ((Bandung; Cv.Alfabeta 2009)
Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983).
I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983).
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).
Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).
Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982).
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983).














Comments

Popular Posts